Loading...

Sejarah Lahirnya Amerika Serikat

Loading...
Ketegangan yang semakin meningkat antara koloni-koloni dengan Inggris setelah Perang Tujuh Tahun menggugah sikap tegas 13 koloni untuk tidak mengakui lagi kekuasaan Inggris atas koloni-koloni di Amerika Utara. 

Masing-masing kongsi dagang yang merintis koloni-koloni di Amerika Utara memiliki kebijakan tersendiri. Kondisi ini menyebabkan cara hidup masyarakat berbeda antara koloni yang satu dengan koloni lainnya. Perbedaan itu semakin dipertegas oleh adanya koloni yang belum terorganisasi baik, padahal koloni-koloni lainnya sudah teratur. Kenyataan seperti itu membuat pemerintah Inggris sulit memberlakukan kebijakan umum bagi seluruh koloni di Amerika Serikat. Koloni yang sudah mapan, misalnya, tidak sudi mentaati hukum yang lebih cocok diberlakukan di koloni yang belum teratur. Demikian pula sebaliknya. 

Kesulitan tersebut mengakibatkan pengaruh aparat pemerintah Kerajaan Inggris hanya dirasakan di koloni-koloni yang belum mapan. Koloni-koloni yang sudah stabil secara politis, seperti Massachusets dan Virginia, tidak mau begitu saja tunduk pada wakil Kerajaan Inggris. Dalam penetapan kebijakan malahan para pemimpin setempat lebih berperan, karena merekalah yang menyuarakan kehendak warga koloni. Demokrasi sudah mulai tampak di situ. 

Meskipun sudah mulai tanda-tanda keinginan untuk mandiri, secara umum seluruh koloni masih menerima kekuasaan Kerajaan Inggris. Dengan kata lain, keinginan untuk merdeka masih belum terpikirkan. Sikap itu sama sekali berubah setelah terjadi pertempuran antara Inggris dengan Perancis yang dikenal dengan sebutan Perang Tujuh Tahun. 

Ketegangan Koloni-koloni Amerika Utara Melawan Inggris 

Ketegangan koloni-koloni Amerika Utara muncul sebagai akibat tekanan pemerintah Inggris setelah Perang Tujuh Tahun. Sudah diisyaratkan sebelumnya, Perancis pun turut melancarkan koloni-sasi di Amerika Utara, selain Inggris. Pada abad 17, seluruh wilayah yang sekarang bernama Kanada dan Lousiana (di sebelah timur Texas) telah diduduki. Selama abad 18, Perancis bermaksud menghubungkan kedua daerah jajahan tadi. Caranya adalah dengan menduduki wilayah di sekitar Danau Ontario, Danau Erie, dan lembah Sungai Ohio. Seandainya maksud

Perancis ini tercapai, maka perkembangan koloni-koloni Inggris ke arah barat akan terhambat. Bahkan, Perancis bisa jadi akan mampu mengusir kedudukan Inggris di Amerika Utara. Dalam rangka membendung gerak Perancis itu, meletuslah perang Inggris melawan Perancis antara tahun 1756- 1763. Warga koloni sepenuhnya mendukung Inggris, baik secara ekonomi maupun militer. Perang ini berakhir dengan jatuhnya Quebec ke tangan Inggris pada tahun 1759. Lalu empat tahun kemudian, ditandatanganilah perjanjian damai di Paris. 

Setelah perang berakhir, persatuan antara Inggris dengan koloni Amerika Utara juga turut berakhir. Penyebabnya adalah niat Inggris untuk menglsi kembali kas negara yang terkuras untuk membiayai perang. Pemerintah berpendapat, koloni bertanggung jawab mengganti biaya perang. Alasannya, biaya itu digunakan untuk melindungi koloni dari serbuan Perancis dahulu. Sedangkan para warga koloni amat berkeberatan menerima keputusan pemerintah Inggris itu. Selama perang mereka pun telah memberikan dukungan dan pengorbanan bagi Inggris. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk berkorban lagi dengan mengganti biaya perang. Atas dasar alasan inilah, Inggris memberlakukan beragam pajak baru di koloni. 

Pada tahun 1765, diumumkanlah Stamp Act atau Akta Materai. Hukum ini berbunyi semua dokumen resmi koloni, surat kabar, dan barang-barang lainnya harus dikenakan bea materai. Dua tahun kemudian, diberlakukan Townshend Acts, yang merupakan pajak impor untuk timah, cat, kertas, gelas, dan teh. Berikutnya, pada tahun 1774, diumumkan berlakunya Tea Act atau Akta Teh. Thikurrl tersebut ternyata hanya menguntungkan pihak Inggris. Kas negara semakin bertambah, lagipula beban pajak di negara itu pun semakin berkurang. Pihak koloni sudah tentu tidak mau begitu saja menerima berlakunya pajak-pajak baru tersebut. Mereka menuntut adanya perwakilan koloni dalam parlemen Inggris, apabila negara itu tetap bersikeras meminta pajak dari koloni. Semboyan yang termasyur ketika itu adalah: No taxation without presentation (tidak akan bayar pajak kalau tidak ada perwakilan). Tuntutan itu tidak digubris pemerintah Inggris, sehingga muncullah tentangan yang lebih radikal. 

Kelompok penentang pa1ing radikal adalah Sons of Liberty (Putera-putera Kebebasan), yang didirikan oleh Samuel Adams. Kegiatan yang dilakukan kelompok ini antara lain berupa propaganda, huru-hara, boikot, dan pemogokan. Kegiatan terutama dilakukan di Massachusets dan New York. Salah satu kegiatan boikot mereka yang termasyur adalah peristiwa The Boston Tea Party (Pesta Teh Boston). Pada tahun 1774, mereka merebut kapal-kapal pengangkut teh asal Inggris, kemudian menumpahkan seluruh isinya ke laut. 

Peristiwa di pusat koloni Massachusets itu mengundang reaksi keras dari Inggris. Kegiatan niaga di pelabuhan Boston amat dibatasi, anggaran militer ditanggung oleh warga Boston, dan secara umum Massachusets diisolasikan. 

Masih pada tahun 1774, tepatnya di bulan Oktober, suatu dewan yang terdiri dari para wakil koloni bertemu di Philadelphia. Dewan yang terdiri dari para wakil ketigabelas koloni ini bernama The Continental Congress atau yang biasa disebut Kongres saja. Kongres menuntut parlemen Inggris untuk menghapuskan pajak-pajak yang berlaku setelah Perang Tujuh Tahun. Tuntutan Kongres tetap tidak digubris. Ketegangan makin meningkat. Pada bulan April 1775, terjadi bentrokan antara pasukan Inggris dengan pejuang (milisi) koloni. Bentrokan ini terjadi di Lexington, Concord, dan Massachusets. Peristiwa tersebut menandakan perang antara Inggris dan koloni tinggal tunggu waktu saja. Untuk mengantisipasi kemelut tersebut, Kongres menyerukan kesiapan bagi semua koloni untuk menghadapi bentrokan yang lebih keras. Milisi dari setiap koloni diharapkan disiagakan. Agar mobilisasi dapat terorganisir, Kongres pun menunjuk George Washington sebagai panglima tertinggi milisi. 

Pada awal tahun 1776, perang tampaknya tidak dapat dihindarkan lagi. Di lain pihak, kemelut ini justru membulatkan tekad koloni untuk merdeka. 


Deklarasi Kemerdekaan Amerika

Serikat Saat ketegangan mulai muncul di koloni Amerika Utara, kemerdekaan belum terpikirkan. Apalagi kemerdekaan Amerika Serikatl Protes-protes yang muncul terhadap kebijakan pajak Inggris sebetulnya bersifat intern koloni, artinya demi kepentingan masing-masing koloni bersangkutan. Tentunya kita masih ingat, masing-masing koloni memiliki latar belakang dan ciri hidup yang berbeda. Itulah sebabnya semangat bersatu untuk merdeka belum terbentuk: Pada dasarnya, masing-masing koloni tidak keberatan tetap menjadi jajahan Inggris asalkan hak mereka diperhatikan. 

Barulah setelah Kongres terbentuk, kesadaran untuk merdeka muncul. Cita-cita koloni untuk dihargai haknya hanya dapat dicapai kalau sama sekali memisahkan diri dari Inggris. Ada empat tokoh Kongres yang amat terkenal sebagai penggelora semangat koloni untuk merdeka. Mereka adalah Thomas Jefferson, John Adams, James Wilson, dan Alexander Hamilton. Berkat mereka, semua koloni mau bersatu dan mendukung perjuangan untuk merdeka. Sikap tegas untuk menyatakan kemerdekaan sudah mulai diisyaratkan melalui pernyataan Kongres pada tahun 1775. Kongres menyatakan sikap tidak lagi mau mengakui kuasa parlemen Kerajaan Inggris di Amerika dalam bentuk apapun. Pada tanggal 2 Juli 1776, Kongres bertemu lagi untuk mengadakan pemungutan suara mengenai kemerdekaan. Dua hari kemudian, tercetuslah Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang termasyur itu. Pada tanggal 4 Juli 1776, tiga belas koloni Amerika Utara menyatakan kemerdekaan sebagai negara Amerika Serikat! 

Deklarasi kemerdekaan tersebut secara tegas menyatakan pemisahan diri koloni- koloni Amerika dari Inggris. Inspirator utama deklarasi tersebut adalah Thomas Jefferson. Isi deklarasi dibuka dengan pernyataan bahwa manusia diciptakan setara, serta memiliki hak dasariah untuk hidup, merdeka, dan bahagja. Setelah itu, dimuat daftar rinci tindakan tirani kaja Inggris, George III, aparat pemerintah, dan parlemen Inggris terhadap rakyat Amerika. Kemudian deklarasi ditutup dengan proklamasi kemerdekaan. Di bawah deklarasi diterakan 56 tanda tangan para anggota Kongres yang mewakili 13 koloni. Tanda tangan pertama adalah atas nama John Hancock, yang ketika itu menjabat sebagai ketua Kongres. 

Dalam bagian penutup deklarasi itu, untuk pertama kalinya secara resmi disebut nama negara yang diproklamasikan, yakni The United States of America, atau yang biasa kita kenal dengan Amerika Serikat. Nama negara ini sekali lagi merupakan buah pikiran Thomas Jefferson. Dengan nama itu, ditegaskan bahwa pihak yang memproklamasikan kemerdekaan bukanlah tiga belas negara,melainkan tiga belas koloni yang bersatu dalam suatu serikat. 

Inti dari deklarasi kemerdekaan tersebut adalah menjunjung tinggi hak asasi manusia. Alasan paling dasar dari kemerdekaan Amerika Serikat bukanlah kemakmuran masing-masing koloni ataupun kebencian terhadap penjajah Inggris. Alasan dasariah itu adalah kemerdekaan itu sendiri sebagai hak asasi manusia, siapapun, kapanpun, dan di manapun! Itulah sebabnya, Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat dibuka dengan kalimat berikut ini: 

We hold these truths to be self evident, that all men are created equal, that they are endowed by their creator with certain unalienable rights, that among these are life, liberty, and the pursuit of happines. (Cobalah terjemahkan kutipan tersebut dengan bantuan gurumu!) 

Demi tercapainya penghargaan akan hak asasi manusia, maka negara perlu diatur menurut sistem demokrasi. Hal ini disadari juga oleh para pendiri negara Amerika Serikat itu. Untuk itulah, Kongres mencetuskan Articles of Confederations (undang-undang negara serikat), yang berfungsi menjadi pedoman penyelenggaraan negara. Undang-undang tersebut menjamin bahwa pemerintahan Amerika Serikat berciri demokratis. 

Perang Kemerdekaan 

Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan, milisi Amerika Serikat bertempur melawan pasukan Inggris antara tahun 1776-1783. Deklarasi kemerdekaan yang baru saja dicetuskan sudah tentu membawa konsekuensi berat. Negara baru tersebut harus bertempur melawan pasukan Inggris. Dari sudut militer, kekuatan pasukan Inggris jauh di atas milisi Amerika Serikat. Anggota pasukan Inggris adalah tentara profesional, yang dipimpin oleh para jenderal yang sudah berpengalaman di sekian medan tempur. Selain itu, kekuatan pasukan semakin bertambah oleh dukungan artileri dan kapal-kapal laut. Sedangkan, kebanyakan anggota milisi Amerika Serikat belum memiliki pengalaman tempur. 

Menghadapi kenyataan pasukannya tersebut, George Washington menempuh taktik tempur gerilya. Dengan strategi ini, milisi Amerika Serikat berupaya membuat kerugian semaksimal mungkin pada pasukan Inggris. Memang dalam setiap pertempuran, pasukan Inggris dapat memaksa milisi Amerika Serikat mundur, serta menduduki banyak wilayah. Akan tetapi, kemenangan itu harus dibayar mahal. Akibatnya, meskipun menang moral pasukan Inggris terus memburuk. Sebaliknya, moral milisi Amerika Serikat terus meningkat. 

Dengan taktik gerilya, ternyata milisi Amerika Serikat dapat juga menaklukkan pasukan Inggris. Hal itu terbukti dengan menyerahnya Jenderal Inggris, Burgoyne, kepada Jenderal Greene di Saratoga pada tahun 1777. Peristiwa kemenangan itu semakin menebalkan moral milisi Amerika Serikat. Di samping itu, peristiwa tersebut mendatangkan pula keuntungan lain, berupa dukungan dari Perancis. Dalam rangka mengharapkan kembalinya Kanada, Perancis bersekutu dengan milisi Amerika Serikat melawan Inggris. Dukungan Perancis antara lain berupa biaya, senjata, dan pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Lafayette. 

Persekutuan Perancis dengan milisi Amerika Serikat mengubah jalannya pertempuran. Pasukan Inggris menjadi cenderung untuk lebih banyak mempertahankan diri. Akhirnya dalam pertempuran di Yorktown pada tahun 1781, Jenderal Cornwallis dari Inggris menyerah kepada Washington. Ketika berita kekalahan itu sampai ke London, parlemen Inggris memutuskan untuk menghentikan pertempuran. Pada tahun 1783, diadakanlah perjanjian perdamaian di Versailles, Perancis. Dalam perjanjian itu, Inggris mengakui kedaulatan tiga belas koloni yang memproklamasikan kemerdekaan itu. Dengan demikian, mulailah Amerika Serikat memasuki babak sejarahnya yang baru.

Daftar Pustaka : ERLANGGA
Loading...