Loading...
Sebagaimana diketahui, keputusan Mahkamah Internasional tidak terlepas dari Statuta dan Hukum Internasional, Sehingga, dalam praktiknya demi menghargai putusan Mahkamah Internasional perlu untuk memperkuat berlakunya hukum internasional dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghormati prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional dalam hubungan antarnegara. Hal ini dilakukan oleh organ-organ pemerintah negara, khususnya yang dalam tugas dan kewenangannya berhubungan dengan masalah luar negeri atau internasional.
b. Penggunaan penyelesaian sengketa antarsubjek hukum internasional melalui cara damai dan berbagai alternatif penyelesaian sengketa ke Mahkamah Internasional, seperti perundingan langsung, perundingan melalui peran pihak ketiga, penyelesaian melalui organisasi internasional, badan-badan arbitrase, ataupun peradilan internasional.
c. Mentaati Hukum Internasional dan tidak melanggarnya, khususnya dalam hal ini adalah keputusan Mahkamah Internasional.
d. Ratifikasi hukum internasional menjadi hukum nasional. Hal ini sebagai konsekuensi logis menjadi anggota PBB yang melahirkan konvensi-konvensi internasional, di samping juga untuk mempermudah proses penyelesaian sengketa secara internasional karena adanya penafsiran/pedoman hukum yang sama.
A. Mengefektifkan Hukum Internasional dan Perjanjian Internasional
Pada dasarnya, usaha mengefektifkan hukum dan perjanjian internasional adalah usaha dan kesediaan negara-negara intemasional untuk mengurangi kedaulatannya. Tanpa kesediaan tersebut maka mustahil hukum internasional bisa efektif dijalankan oleh Mahkamah. Usaha atau langkah mengefektifican hukum internasional dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- pembentukan dan fungsionalisasi organisasi-organisasi internasional, organ-organ dan suborgannya, serta peraturan-peraturan hukum internasional secara materiil dan formal (prosedurnya);
- pembentukan dan fungsionalisasi organ-organ pelaksananya, seperti komisi tentang landas kontinen (Commission on the Continental Shelf) untuk Konvensi Hukum Laut PBB 1982;
- pencantuman dan penggunaan klausal penyelesaian sengketa (dispute settlement clause) dalam perjanjiar internasional, baik secara damai maupun kekerasan (peperangan) tetap diketahui Mahkamah Internasional.
B. Menerapkan Prinsip Hidup Berdampingan secara Damai dan Sederajat
Menerapkan prinsip hidup berdampingan secara damai dan sederajat adalah sesuai dengan Prinsip-prinsir Hukum Internasional (deklarasi mengenai hubungan bersahabat dan kerja sama antar bangsa tanggal 24 Oktobei 1970 dan Deklarasi Manila 15 November 1982) yang diberlakukan secara universal. Prinsip-prinsip tersebut adalai: sebagai berikut:
- prinsip tidak mengunakan kekerasan dan cara lain yang mengancam integritas suatu bangsa dan kebebasar politiknya;
- prinsip nonintervensi terhadap suatu negara;
- prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
- prinsip persamaan kedaulatan negara;
- prinsip kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial suatu bangsa;
- prinsip itikad baik dalam hubungan internasional; prinsip keadilan.
Pelaksanaan prinsip hidup berdampingan secara damai dan sederajat tersebut dijalankan dalam kegiatan operasi-operasi dari PBB. Ada tiga prinsip penegakan operasi perdamaian oleh PBB, yaitu kesepakatan pemerintah atau uss i;pihak yang terkait, tidak menggunakan kekuatan militer, dan bersifat konservasi. Operasi-operasi PBB tersebut Aalam bentuk operasi yang disepakati, operasi tanpa kekerasan, dan operasi netral.
1. Operasi yang disepakati
Operasi pemeliharaan perdamaian dan keamanan mengharuskan kesepakatan semua pihak yang berkepentingan. Negara-negara yang berperan dalam pembentukan pasukan perdamaian menyerahkan kesatuan militernya, alat-alat kesehatan, transportasi atau fasilitas logistik, dan lain sebagainya secara sukarela.
Pemerintah berhak menarik pasukan dengan alasan nasional ataupun internasional seperti Indonesia pada operasi perdamaian di Kongo. Operasi penempatan pasukan perdamaian PBB dilakukan atas persetujuan negara tuan rumah.
Persetujuan tersebut menyangkut jaminan kebebasan bergerak di segenap wilayah nasional dan zona operasi. Umumnya, hal ini sulit dilakukan karena alasan kedaulatan negararsehubungan pasukan internasional sebagai kekuatan asing.
Hal ini didukung oleh pada pascaperang dingin, pasukan dari negara-negara besar (anggota tetap DK PBB) ikut dalam kegiatan pemeliharaan perdamaian dunia. Kondisi ini sering menciptakan tindakan tidak sehat (saling curiga dan tidak netral).
2. Operasi tanpa kekerasan
Operasi tanpa kekerasan, contohnya melalui resolusi, persetujuan, kesepakatan, dan lain-lain. Jadi, pasukan PBB di zona operasi bukan untuk berperang dan tidak menggunakan kekerasan untuk memaksa pemerintah mematuhi kehendak PBB. Secara militer, pasukan PBB tidak boleh menggunakan senjata dan hanya boleh digunakan untuk membela diri atau mempertahankan posisi.
3. Operasi perasi konservasi dan netral
Pada umumnya operasi pasukan perdamaian PBB adalah untuk penghentian permusuhan, menjaga gencatan senjata, menurunkan ketegangan wilayah tertentu, dan sebagainya. Operasi tersebut bukan untuk mengubah keadaan secara hukum maupun politik. Jadi, pasukan PBB bersifat dan bersikap netral agar diterima selalu di negara tujuan.
Secara operasional di lapangan, pasukan PBB oleh Sekjen PBB ditekankan untuk tidak memaksakan suatu penyelesaian politik terhadap masalah yang masih dirundingkan. Untuk itu, pasukan PBB tidak boleh merusak misi perdamaian internasional, tidak bersaing dengan wakil-wakil negara setempat, atau bersekutu dalam kerangka operasi gabungan, dan tidak mencampuri urusan intern negara tuan rumah. Operasi-operasi Pasukan Perdamaian PBB tersebut diatas dewasa ini difokuskan kepada masalah-masalah sebagai berikut:
- pencegahan konflik-konflik yang mematikan;
- perlindungan terhadap orang-orang lemah dan tak berdaya;
- dilema intervensi terhadap suatu negara;
- penguatan operasi-operasi perdamaian;
- penerapan sanksi secara lebih terarah;
- pengurangan jumlah senjata.
Daftar Pustaka: Yudhistira
Loading...