Loading...

Keadaan Sosial Budaya di Awal Kemerdekaan

Loading...
Kondisi sosial pada masa ini banyak dipengaruhi oleh sisa-sisa penjajahan. Hal ini terjadi dikarenakan selama berabad-abad kita dijajah oleh bangsa asing sehingga budaya feodal antara majikan dan pekerja terasa begitu kental. Ditambah lagi kebijakan kolonial Belanda yang memanjakan etnis-etnis dan agama tertentu seperti Ambon, Manado, Madura dan Jawa sehingga menimbulkan bom waktu dalam tubuh Republik.
The social conditiou at this period was much influenced by colonization remnants. This matter happened because for centuries we were colonized by foreign nation so that the feudal culture between workers and employer felt so thick. Besides the policy of the Dutch colonial to fondle certain ethnics and religion as Ambon, Manado, Madura and Java so that brought upon time bomb in the Republic body.
Finally, it generated the spirit of hating inter-etchnic and religion so that it was easy to be pitted against as colonial politics of Devide et Impera. The attitude of tribe pride was fertilized luxuriantly by the colonial govern-ment so that it formed the spirit of egocentric. The noblesse still main-tained their identity as high-bred and debased people faction. This attitude was continued planted until Indonesia had reached its independence. It was even difficult to omit because it had adhered in their heart.
Pada akhirnya, menimbulkan semangat membenci antaretnis dan agama sehingga mudah diadu domba seperti politik kolonial Devide et Impera. Sikap kebanggaan terhadap suku pun dipupuk dengan subur oleh pemerintah kolonial sehingga membentuk semangat egosentris. Kaum bangsawan masih mempertahankan jati dirinya sebagai ningrat dan merendahkan golongan rakyat. Sikap ini terus tertanam sampai Indonesia telah mencapai kemerdekaannya. Bahkan sulit dihilangkan karena telah melekat dalam diri mereka.
The early days of the clutter independence was known as the gird epoch.The word "gird" was taken from the word of people in almost all Indonesia regions who yelled gird-gird.when seeing the Dutch arrival. In another word, the people were so alert, so that the matter which smelt colonist became archenemy. This situation was described clearly by men of letters as Idrus, Mochtar Lubis, Chairil Anwar, and the other. Idrus portrayed it in his short story collection which entitled From Ave Maria to another Road to Rome about the condition of Surabaya citizen who were so antipathy to the Dutch. 

Keadaan Sosial Budaya di Awal Kemerdekaan

Masa awal kemerdekan yang kacau lebih dikenal dengan nama Zaman Bersiap. Kata bersiap ini diambil dari perkataan rakyat di hampir seluruh wilayah Indonesia yang berteriak siap-siap ketika melihat kedatangan Belanda. Dengan kata lain, rakyat begitu siaga, sehingga hal yang berbau penjajah menjadi musuh utama. Keadaan ini digambarkan secara jelas oleh para sastrawan seperti Idrus, Mochtar Lubis, Chairil Anwar, dan lainnya. Idrus melukiskan dalani kumpulan cerpennya yang berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma tentang keadaan warga Surabaya yang begitu antipati terhadap Belanda.
When there was a woman wearing different accesories (put on red dress, white blouse, and blue slippers), then she was suspected as a Dutch spy. Not to mention murder to people who were considered to be accom-plices of Dutch/Japanese, either the people of descent ethinic or governmental apparatus happened in Jakarta and East Sumatra.
Ketika ada seorang wan ita yang memakai aksesoris yang berbeda (memakai baju merah, kebaya putih, dan slop biru), maka dicurigai sebagai mata-mata Belanda. Belum lagi di Jakarta dan Sumatra Timur terjadi pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap sebagai kaki tangan Belandallepang, baik itu rakyat etnis keturunan atau aparat pemerintah.




Sumber Pustaka: Yrama Widya
Loading...