Loading...

8 Peranan Umat Islam Pada Masa Perang Kemerdekaan

Loading...

8 Peranan Umat Islam Pada Masa Perang Kemerdekaan

Dibawah ini merupakan beberapa peranan atau gerakan umat Islam pada masa perang kemerdekaan

Sarekat Islam

Pada umumnya, gerakan kebangkitan Islam di Indonesia tidak menitikberatkan usahanya dalam lapangan politik. Hanya Sarekat Islam satu-satunya gerakan Islam yang tegas menjurus ke arah perjuangan politik. Mula-mula Sarekat Islam berasal dan Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 M oleh Haji Samanhudi di Solo. Perkumpulan ini berdiri dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup umat Islam terutama dalam dunia perniagaan. Sejak tahun 1912 M, di bawah pimpinan Haji Oemar Said Cokroaminoto, sarekat tersebut berubah menjadi gerakan’ politik yang bersifat keagamaan dan kerakyatan.

Betapa besarjasa Haji Oemar Said Cokroaminoto yang dalam waktu singkat dapat menghimpun dua setengah juta mahusia yang siap untuk mendukung cita—cita kemerdekaan. Méreka itu adalah anggota Sarekat Islam. Berkat didikan H.O.S. Cokroaminoto, timbul kesadaran berpolitik, bersatu, dan bemegara. Bung Kamo, presiden pertama Republik Indonesia mengakui kebesaran H.O.S. Cokroaminoto. Bahkan, beliau adalah guru Bung Karno dalam arti sesungguhnya. Oleh karena itu, tidaklah aneh jika kemudian Sarekat Islam menjadi pelopor utama berdirinya gerakan nasional. Dengan demikian, awal perjuangan nasional bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan perjuangan umat Islam karena Sarekat Islamlah yang kali pertama mengobarkan semangat kebangsaan yang meliputi seluruh tanah air. Semangat nasional dikobarkan melalui kongres nasional pertama bernama National Indische Congres” (NATICO).

Dalam kongres nasionalnya yang kedua di Jakarta pada tahun berikutnya, Sarekat Islam menuntut agar rakyat Indonesia mendapatkan pemerintahan sendiri. Hal tersebut membuat pemerintahan Belanda menjadi ketakutan sehingga Sarekat Islam mendapat pengawasan yang sangat ketat. Cabáng Sarekat Islam semakin meluas di seluruh penjuru tanah air, dan anggotanya mencapai 2.250.000 orang. Ajaran Islam tentang “sosialisme” benar-benar dipraktikkan oleh Sarekat Islam.



Sekitar tahun 1920 M, beberapa tokoh komunis berhasil menyusup ke dalam Sarekat Islam, seperti Semaun, Alimin, dan Darsono yang berusaha membelokkan Sarekat Islam dan relnya semula, yakni dan ajaran Islam. Mereka berusaha mengubah Sarekat Islam menjadi “Sarekat Internasional”. Oleh karena usaha mereka tidak berhasil, mereka memisahkan din dengan menggunakan nama Sarekat Islam Merah. Sarekat Islam inilah yang menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) di kemudian han. Akhirnya, Sarekat Islam mengadakan disiplin partai bahwa semua pimpinan partai yang berpaham komunis harus dikeluarkan. Gerakan pembersthan itu terus-menerus disempurnakan pada tahun-tahun berikutnya.

Pada tahun 1924 M, Sarekat Islam memutuskan untuk menjalankan politik hijrah, yakni tidak mau lagi bekerja sama dengan Belanda (non-kooperasi) sehingga Sarekat Islam tidak mengirimkan wakilnya ke Volksraad. Sejak itu, Partai Sarekat Islam bersama-sama PNI dan Partindo dianggap oleh pemerintah kolonial sebagai partai yang amat berbahaya. Pada tahun 1931 M, Partai Sarekat Islam berubah namanya menjadi PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia).

Jam’iyatul Khair

Perkumpulan Jani’iyatul Khair yang didirikan pada tahun 1905 M di Jakarta merupakan pergerakan Islam yang kali pertama di Pulau Jawa. Pada umumnya anggotaa nggota Jam’iyatul Khair adalah peranakan Arab. Jam’iyatul Khair berperan dalam pembaruan dan pemumian agama Islam di beberapa tempat di Indonesia yang satu sama lainnya mempunyai sifat perjuangan yang berbeda. Akan tetapi, secara keseluruhan mereka mempunyai cita-cita yang sama, yaitu “izzul islam wal musliinin” (kejayaan Islam dan umatnya).

Kegiatan organisasi mi adalah pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar dan pengiriman anak-anak muda ke Turki. Sekolah Dasar Jam’iatul Khair didirikan pada tahun 1903 M yang sifatnya memberikan pelajaran agama dan pelajaran lain, seperti berhitung, sejarah, dan ilmu bumi. Jam’iyatul Khair sering mengundang guru-guru dan dalam dan luar negeri.

Al Irsyad

Pendiri Al Irsyad adalah Abdullah Sorkati. Perhatian yang dijuruskan oleh Al Irsyad berupa pendidikan kepada masyarakat Arab, walaupun orang Indonesia yang bukan Arab banyak pula yang menjadi anggotanya. Atas kenja sama dengan beberapa organisasi lain, AT Irsyad kemudian meluaskan penhatian mereka kepada persoalan yang lebih luas yang mencakup pensoalan Islam di Indonesia.

Persarikatan Ulama

Pada tahun 1911 M, bendinilah gerakan modernis Islam, yaitu Persarikatan Ulama, yang didinikan oleh Abdul Halim. Onganisasi mi berpusat di daerah Majalengka, Jawa Barat. Onganisasi Persarikatan Ulama barn diakui secana hukum oleh pemenintah Hindia

Belanda pada tahun 1917 dengan bantuan H.O.S. Cokroaminoto (ketua Sarekat Islam). Pada tahun 1924 M, Persarikatan Ulama secara resmi meluaskan daerahnya ke seluruh Jawa dan Madura, bahkan pada tahun 1937 M telah menyebar ke seluruh Indonesia. Persarikatan Ulama bergerak di bidang pendidikan dan sosial dengan membuka sebuah rumah anak yatim tahun 1930 M yang diselenggarakan oleh Fathimiyah. Beberapa perusahaan ada di bawah pengawasan organisasi mi, yaitu dua setengah hektar tanah yang dibeli pada tahun 1927 M untuk pertanian, sebuah percetakan dalam tahun 1930 M, dan sebuah perusahaan tenuñ tahun 1939 M. Persarikatan Ulama juga bergerak di bidang tablig. Pada tahun 1930 M, Persarikatan Ulama menerbitkan majalah dan brosur sebagai media penyebaran dan cita-citanya.

Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahian di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 M bertepatan dengan tanggal 8 Zulhijah 1330 H. Ahmad Dahian dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya bemama Kiai Haji Abu Bakar bin Kiai Sulaiman, seorang khatib di Mesjid Keraton. Ibunya putra Haji Ibrahim bin Kiai Hasan, seorang penghulu kesultanan Yogyakarta. Muhammad Darwis tidak masuk sekolah umum, melainkan ia dididik Iangsung oleh orang tuanya tentang ilmu membaca Al Quran dan pengetahuan lainnya. Setelah itu, ia melanjutkan studi kepada ulama lain di luar Yogyakarta dalam bidang tafsir. hadis, nahwu, dan fiqih.

Pada tahun 1890, Muhammad Darwis berangkat menuju tanah suci Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menambah ilmu pengetahuannya. Setelah kembali ke tanah air, namanya diubah menjadi Ahmad Dahian. Pada tahun 1903 M, Ahmad Dahian kembali menuju Tanali Suci dan menetap selama dua tahun di sana. Pada masa itu, ia belajar secara lebih intensif. Ahmad Dahian belajar Tafsir Al Manar karya Muhammad Rasyid Ridla yang memberikan cahaya terang dalani hatinya serta membuka akal pikirannya jaub ke depan tentang bagaimana situasi dan kondisi Islam di Indonesia.

Pada kunjungannya yang kedua mi, beliau mendapat kesempatan bertemu dengan Muhammad Rasyid Ridla, seorang mujtahid Islam yang terkenal. Keduanya terlibat dalam pertukaran pikiran tentang ide-ide yang mengarah kepada pembaruan Islam. Adapun yang mendorong didirikannya Muhammadiyah adalah sebagai berikut.
  1. Rusak dan hilangnya peranan umat Islam, baik dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, maupun keagamaan.
  2. Islam yang ada pada waktu itu masih bercampur aduk dengan bermacam-macam paham sehingga timbul bidah, khurafat, dan syirik.
  3. Adanya usaha keras untuk mengkristenkan bangsa Indonesia.
  4. Generasi muda Islam sudah banyak terpengaruh dengan kebudayaan Barat yang merendahkan Islam.
Oleh karena itu, Ahmad Dahian tergerak hatinya untuk mendirikan pergerakan Muhammadiyah. Gerakan mi mendapat restu dan ulama-ulama di Yogyakarta dan sekitamya. Akhirnya, semua mendukung berdirinya Muhammadiyah. Pada tanggal 18 November 1912 M, Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta.

Tujuan dan cita-cita Muhammadiyah pada awalnya adalah
  • mencapai surga Jannatun Na ‘im dengan rida Allah yang Rahman dan Rahim,
  • mencapai masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur, dan bahagia disertai nikmat Allah yang melimpah.
Pada tahun 1914 M, Muhammadiyah melebarkan sayapnya keluar Yogyakarta untuk mencapai dua tujuan mulia, yaitu kebahagian dunia dan akhirat. Orang harus memperteguh iman, mempertebal ama! ibadah, mempertinggi akhlak, serta mempergiat dan memperdalam ilmu pengetahuan agama sehingga memperoleh kemurnian.

Muhammadiyah berusaha memajukan dan memperbarui pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan serta memperluas arena ilmu pengetahuan sesuai yang dikehendaki oleh Islam. Muhammadiyah juga berupaya mempergiat dan menggembirakan dakwah Islamiah dengan amar makruf nahi mungkar, mendirikan dan memelihara dengan baik tempat ibadah dan wakaf, serta membimbing kaum wanita dalam memperoleh hakh aknya. Selain itu, perhatian terhadap kaum wanita sangat menonjol dengan didirikannya organisasi Aisyiyah dan untuk gadis-gadis didirikan NasyiatulAisyiyah.

Sumatra Thawalib

Organisasi Sumatra Thawalib berdiri pada tahun 1918 di Sumatra Barat. Perhimpunan ulama dan peThjar Islam dengan nama Sumatra Thawalib mi dipelopori oleh Dr. H.A. Karim Amrullah dan Dr. H. Abdullah Ahmad, dua orang ulama dan “Ulama Empat Sekawan” golongan “Kaum Muda”. Empat Sekawan golongan “Kaum Muda” yang dimaksud adalah Syekh Muhamamd Jamil, Haji Muhammad Talib Umar, Dr. H.A. Karim Amrullah, dan Dr. H. Abdullah Ahmad.

Sekolah-sekolah dan pendidikan Islam yang didirikan oleh Sumatra Thawalib mi mendapat perhatian besar dan pemuda di seluruh Sumatra hingga ke Semenanjung Malaka. Pada tahun 1928 M, perkumpulan mi berubah menjadi partai politik dengan nama Persatuan Muslim Indonesia (Permi).

Persatuan Islam (Persis)

Persatuan Islam didirikan di Bandung pada permulaan tahun 1920-an. Misi utama organisasi mi adalah pemumian pengamalan syariat Islam. Pembentukan sebuah cabang Persis tergantung pada inisiatif peminat dan tidak didasarkan kepada suatu rencana yang dilakukan oleh pimpinan pusat. Namun, pengaruh dan organisasi Persis mi jauh lebih besar daripada jumlah cabang ataupun anggotanya. Pada ta4in 1923 M, hanya selusin anggota berpartisipasi dalam sembahyang berjemaah pada han Jumat yang
diselenggarakan oleh Persis Bandung. Namun, pada tahun 1924 M, ketika invasi Jepang ke Indonesia, jemaah salat jumat bertambah sehingga tidak kurang dan enam buah mesjid yang ditempati 500 orang.

Persis berusaha menyebarkan cita-cita dan pemikirannya. mi dilakukan dengan mengadakan pertemuan umum, tablig, dan khotbah. Dalam kegiatan mi, Persis mendapat dukungan dua tokoh penting, yaitu Ahmad Hasan yang dianggap sebagai guru Persis yang utama, dan Muhammad Natsir, sebagai pelanjut pemikiran Ahmad Hasan.

Nahdatul Ulama (NU)

Pada bulan Januari 1926 M, organisasi NU (Nahdatul Ulama) didirikan oleh seorang kiai yang bemama H. Hasyim Asy’ari. Pada masa beliau, keadaan umat Islam sangat terdesak oleh perlakuan penjajahan Belanda yang sewenag-wenang terhadap umat Islam. Mereka melarang umat Islam mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan Islam, seperti mendirikan pesantren atau sekolah keagamaan lainnya. Sementara itu, guru-guru Kristen diperbolehkan mendirikan sekolah dan mengajar di sana kemudian para lulusannya banyak yang diangkat menjadi pegawai negeri dan pemimpin masyarakat.

Melihat gejala yang tidak menguntungkan umat Islam itu, maka pada akhir abadn ke- 19, K.H. Hasyim Asy ‘an mendirikan organisasi atau jam’ iyah Nahdatul Ulama yang artinya “Kebangkitan Para Ulama”. Nahdatul Ularna bertujuan membangkitkan semangatjuang para ulama Indonesia dengan cara mempergiat dakwah dan pendidikan. Selain itu, Nahdatul Ulama menganjurkan agár syariat Islam diberlakukan dalam masyarakat dengan berdasarkan kepada salah satu mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Untuk mencapai maksud tersebut, didirikanlah rnadrasah, pesantren, dan tempat kursus.

Nahdatul Ulama dalam wakt singkat banyak mendapat sambutan dan masyarakat. Akhimya, Nahdatul Ulama menjadi organisasi umat Islam yang terbesar sampai sekarangm ini. Pada tahun 1952 M, Nahdatul Ulama mengubah dirinya menjadi Partai Politik. Ketika diadakan pemilihan umum yang pertama tahun 1955 M, Nahdatul Ulama keluar sebagai pemenang ketiga, setelah PNI dan Masyumi.

Dalam perkembangan terakhir mi, setelah dibentuknya Partai Persatuan Pembangunan (PPP), NU kembali menjadi organisasi kemasyarakatan, dan tidak lagi sebagai partai politik. Sekarang namanya Nahdatul Ulama seperti nama awal mulanya atau kembali kepada Khittah 1926, yakni garis-garis organisasi pada saat didirikan.
Sumber Pustaka: Yudhistira
Loading...

Artikel Terkait :