Loading...
Keunikan Tari Nusantara Sesuai Sifat Pluralisme Budaya Nusantara
Menurut Sal Murgiyanto, pluralisrne adalah keberagaman, tetapi tidak menyatu atau dengan kata lain berdiri sendiri-sendiri. Silang budaya bisa berwujud peleburan (filssion), matang bersama (matting together), dan bercampur (hibrida). Apabila peleburan (frssion) digambarkan sebagai makanan, contohnya adalah sayur gudheg (Yogyakarta) yang melebur menjadi satu tanpa diketahui lagi bumbunya dengan buah nangka yang enak rasanya. Matang bersama (matting together) digambarkan seperti makanan saladhyang berisi wortel, kentang, buncis, kapri, selada, tetapi apabila diberi saus baru menjadi enak. Sementara bercampur (hibrida) seperti gado-gado di mana segala unsur makanan dicampur menjadi satu, enak rasanya, dan masih jelas wujudnya.
Pertemuan dua budaya biasanya mengandung pengertian adanya pihak-pihak yang menguasai (dominasi) dan yang dikuasai (subdominasi) dan di dalam proses pertemuan unsur budaya tersebut selalu terdapat kebebasan (voluntary) dan pemaksaan.
Kebebasan Atau Pilihan (Voluntary)
Kebebasan atau pilihan (voluntçry) yaitu hal yang menyebabkan orang tertarik pada sesuatu, misalnya seorang seniman Bali I Made Gurindam, suatu han titip kepada Sal Murgiyanto untuk dibelikan iket atau udheng (penutup kepala) batik dan Solo. I Made Gurindam memilih yang masih berbentuk polos (udhar) dan bukan seperti blangkon Sala karena ia menganggap memiliki kebebasan berekspresi di dalamnya.
Dengan membuat udheng, sesuai identitas dan kebiasan masyarakat Bali, maka kebebasan berekspresinya tidak berkurang meskipun kain yang digunakan berasal dan etnis lain. Pada kasus mi terjadi adanya peristiwa di mana seseorang (etnis) tertarik pada barang (benda seni) milik orang (etnis) lain, tetapi tetap mempertahankan kebebasan berekspresinya, baik sebagai individu, kelompok, etnis, atau bangsa.
Pemaksaan
Pemaksaan adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang terpaksa tertarik, dalam hal mi mempelajari seni (tan) milik etnis atau bangsa lain. Sebagai contoh, di Taiwan, anak-anak dipaksa belajar ballet karena gengsinya lebih tinggi dibandingkan dengan budaya ash atau lokal semacam tan Liong atau Barongsai. Hal semacam mi juga terdapat di masyarakat kita yang masih terjadi adanya pemaksaan kehendak. Sikap ikut-ikutan untuk menggiring seseorang ke dalam suatu bidang tanpa melihat talenta atau bakat, tentunya akan menyiksa batin dan akan mencapai hasil yang kurang optimal.
Loading...