Historiografi Indonesia Dalam Perkembangan Penulisan Sejarah

Setelah Indonesia merdeka, timbul keinginan dan para sejarawan Indonesia untuk menuliskan

sejarah bangsanya. Mereka ingin menulis sejarah dan sudut pandang bangsa Indonesia sendiri. Atau dengan kata lain, sejarah yang akan ditulis harus bercorak Indonesia sentris dan menghilangkan corak Nederlandsentris.

Guna mewujudkan cita-cita itu, pada tahun 1951 Panitia Penulisan Sejarah Nasional Indonesia dibentuk. Panitia itu akan bertugas untuk menulis buku Sejarah Nasional Indonesia berwawasan luas, bersendikan pada ilmu pengetahuan dipandang dan sudut politik. sosial, ekonomi, dan budaya. Pembahasan buku itu dimulai dan zaman purba. Ternyata cita-cita mulia itu tidak segera terwujud karena mengalaini berbagai hambatan. Barn pada tahun 1957, para sejarawan dan peininat sejarah mengadakan Seininar Sejarah Nasional pertama di Yogyakarta. Seininar itu ternyata belum juga berhasil mengambil langkah-langkah untuk menyusun Sejarah Nasional Indonesia.

Pada tahun 1963, dibentuk lagi panitia penulisan, tetapi sekali lagi terhambat oleh situasi politik saat itu. Pada tahun 1970 Seininar Sejarah Nasional Indonesia kedua diadakan lagi di Yogyakarta. Dalam seininar itu dibentuk satu tim penulis. Tim penulis itu bekeija berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0173/ 1970, tertanggal 4 April 1970. Tim penulis itu menghasilkan Buku Sejarah Nasional Indonesia terdiri atas 6 jilid. Buku itu ditetapkan sebagai buku standar Sejarah Nasional yang dipakai di Perguruan Tmggi, sekaligus sebagai Tex book sejarah untuk SLTP dan SLTA.

Walaupun keenam jilid buku itu telah dianggap relevan, tetapi setelah masa reformasi, buku Sejarah Nasional Indonesia menjadi kontroversi terutama jilid 6. Oleh karena itu, kini mulai disusun kembali Sejarah Indonesia yang barn. Buku Sejarah Indonesia barn itu akan terdiri dan 8 jilid. Jilid pertamanya dimulai dan zaman prasejarah. Jilid terakhir dan buku itu mengenai Sejarah Orde Barn (1965—1998) yang sebentar lagi akan terbit.

Sumber Pustaka: Yudhistira