Loading...

Partai Nasional Indonesia Sebagai Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia

Loading...

Partai Nasional Indonesia Sebagai Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia



Lahirnya PNI dilatarbelakangi oleh situasi sosio-politik yang kompleks dan mau tidak mau organisasi ini harus dapat menyesuaikan din dengan orientasi baru. Pemberontakan PKI tahun 1926 membangkitkan semangat baru untuk menyusun kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah. Sudah tentu organisasi yang akan lahir itu harus melihat ke depan dan berbenah diri agar tidak terperangkap oleh kendala yang sama. Pengembangan dan perbaikan cara menghadapi pemerintah kolonial harus dilakukan oleh generasi kemudian. Mereka berkesimpulan bahwa penggunaan kekerasan tidak akan membawa hasil, seperti PKI yang akhirnya dibubarkan dan pemimpinnya dibuang ke Boven Digul.



Setelah kegagalan pemberontakan PM, Sujadi wakil Perbimpunan Indonesia di Indonesia dengan cepat memberitahu kepada Moh. Hatta. Bersama-sama dengan Iskaq dan Budiarto, ia bergerak membentuk partai barn sesuai dengan rencana PT. Sebelum Moh. Hatta merealisasikan pembentukan partai baru yang dikendalikan dan negeri Belanda, di Indonesia muncul gerakan baru menuju persatuan nasional. Kelompok studi Bandung dan Surabaya memperoleh momentum yang tepat. Pada awal tahun 1927 terbentuk partai baru yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan oleh Ir. Soekarno sebagai wakil dan kelompok-kelompok nasionalis Indonesia.

Moh. Hatta tetap menekankan peran pendidikan pada PNI, karena melalui pendidikan itulah rakyat disiapkan untuk mencapai kemerdekaan secara pelan-pelan. Walaupun partai itu berwatak radikal, tetapi harus bersikap hati-hati agar tidak seperti apa yang pernah dilakukan oleh PM. Pada tanggal 4 Juli 1927 kelompok nasionalis mengadakan pertemuan di Bandung. Pertemuan ini bertujuan untuk mendukung berdirinya Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia Merdeka, sedangkan tiga asasnya yakni berdiri di atas kaki sendiri, nonkooperasi, dan Marhaenisme. Ketiga asas itu dijadikan prinsip PNI. Anggaran dasar organisasi ini diambil dan cita-cita PT. Jabatan ketuanya dipercayakan kepada Jr. Soekarno (Bung Karno).

Di bawah pimpinan Bung Karno, perkembangan PNI bertambah pesat. Terlebih lagi disertai dengan propaganda-propaganda yang bertema antara lain: karakter yang buruk dan penjajah, konflik pengusaha dengan petani, front sawomatang melawan front putih, menghilangkan ketergantungan dan menegakkan kemandirian, dan perlu pembentukan negara dalam negara. Pemerintah Hindia Belanda mengawasi dengan ketat perkembangan PNI, meskipun pada waktu itu gerakannya masih dalam taraf kewajaran. Propaganda-propaganda Bung Karno yang menarik mendapat dukungan masyarakat dan hal inilah yang menyebabkan PNI berkembang pesat. Melihat keadaan ini, gubernur jenderal dalam pembukaan sidang Dewan Rakyat (15 Mei 1928) memandang perlu memberi peringatan kepada pemimpin PNI, supaya menekan din dalam ucapan dan propagandanya. Akan tetapi, para pemimpin PNI tidak menghiraukan peringatan itu. Pada bulan Juli 1929, pemerintah memberikan peringatan kedua dan pada akhir tahun 1929 tersiar kabar yang bersifat provokasi, bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan pada awal tahun 1930. Berdasarkan berita provokasi itu pemerintah melakukan penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin PNI, yaitu Jr. Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja dan Supriadinata. Penangkapan itu dilakukan pada tanggal 24 Desember 1929. Ir. Soekarno ditangkap sepulang dan menghadiri Kongres PPPKI di Surabaya (pada waktu itu, ia masih ada di Yogyakarta). Perkara Jr. Soekamo dan kawan-kawannya baru Sembilan bulan kemudian diajukan ke Pengadilan Iandraad Bandung.

Ketika sidang pengadilan berlangsung, tampak penuh sesak dihadiri oleh peininat, tokoh-tokoh pergerakan dan dalam maupun dan luar kota Bandung. Surat-surat kabar memuat jalannya sidang, sehingg masyarakat di seluruh pelosok tanah air dapat mengikuti perkara politik yang begitu penting bagi pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Pidato pembelaan Jr. Soekarno kemudian dikenal dengan “Indonesia Menggugat”. Dalam pembelaannya itu ia mengupas dengan tegas dan tajam sekali sifat dan cara politik kolonial Belanda. Dalam pembelaannya inilah Soekarno menelanjangi kolonial Belanda dengan terang-terangan. Akhirnya pada tanggal 22 Desember 1930 hakim memberi hukuman Jr. Soekarno 4 tahun penjara, Gatot Mangkupraja 2 tahun, Maskun 1 tahun 8 bulan dan Supriadinata 1 tahun 3 bulan.

Tiga orang pembela yang terdiri dan Mr. Sartono, Jr. Suyudi, dan Mr. Sastro Mulyono tidak berhasil dengan pembelaan mereka yang hebat dan ilmiah. Pengadilan menjatuhkan hukuman kepada pemimpin PNJ berdasarkan pasal 153 dan 169 KUHP. Pada dasarnya terhukum dituduh melakukan perbuatan-perbuatan yang menggangu ketertiban umum dan menentang kekuasaan pemerintah yang pada dasarnya dikategorikan melakukan kejahatan.

Hukuman terhadap pimpinan PNI juga mengandung pengertian bahwa barang siapa yang melakukan tindakan seperti para pemimpin PNI dapat dituduh melakukan kejahatan dan dapat dihukum, sehingga anggota-anggota yang meneruskan jejak dan langkah-langkah PNI ada dalam bahaya. Olehkarena itu, atas pertimbangan-pertimbangan untuk keselamatannya maka pengurus Besar PNJ memutuskan pembubaran PNJ (1931).

Sartono segera menyelenggarakan kongres luar biasa untuk membahas pembubaran PNI dan membahas pendirian partai baru. Partai baru itu adalah partai sekuler dan non-kooperatif. Partai itu bernama Partai Indonesia atau Partindo dan Sartono dipercaya sebagai pemimpin partai.
Sumber Pustaka: Erlangga
Loading...