Loading...
Perkembangan Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Di Indonesia
Masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan sudah mengenal budaya rohani walaupun masih sangat samar. Hal itu terbukti dengan adanya peninggalan berupa lukisan telapak tangan dan babi rusa yang bagian jantungnya tertancap panah pada dinding-dinding gua bekas tempat tinggal. Lukisan itu pertama kali ditemukan di Sulawesi Selatan pada tahun ]95O oleh C.H.M. Heeren Palm. Lukisan seperti ini merupakan tanda berburu dan pemujaan terhadap roh nenek moyang agar berhasil bila berburu.
Kepercayaan mereka adalah animisme, dinamisme, dan totemisme. Animisme artinya percaya pada arwah nenek moyang. Dinamisme artinya percaya pada benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib, seperti pohon besar, gunung, sungai, dan batu besar, sedangkantoteinisme artinya pemujaan terhadap binatang yang dianggap suci dan keramat. Kepercayaan mereka terus berkembang hingga mencapai puncaknya pada masa bercocok tanam dan hidup menetap. Untuk keperluan pemujaan terhadap arwah nenek moyang, mereka mendirikan monumen dan batu-batu besar (megalith) sebagai sarana upacara ritual, seperti menghormati, memuja, dan meinanggil arwah. Bangunanb angunan megalith itu terus berlangsung hingga masuk dan berkembangnya agama dan budaya Hindu-Buddha di Indonesia. Bahkan sampai saat ini masih dipertahankan oleh beberapa suku bangsa di Indonesia.
Bangunan-bangunan megalith antara lain dolmen, arca atau patung menhir, punden berundak, kubur peti batu, dan kuburan berundak.
Dolmen
Dolmen selain sebagai peti mayat, ada juga yang berfungsi sebagai meja sesaji. Jadi dolmen berfungsi juga sebagai sarana upacara ritual. Dalam perkembangan selanjutnya dolmen dijadikan pula sebagai tempat duduk oleh para kepala suku, atau para pelaku pelaksana upacara ritual.
Arca atau Patung
Arca batu ditemukan bersama-sama dengan benda-benda peninggalan bersejarah lainnya dalam ekskavasi di berbagai daerah. Daerah Pasemah di Sumatera Selatan dianggap sebagai tempat penemuan arca terbanyak. Arca-arca di daerah ini banyak yang menyerupai manusia dan hewan. Arca-arca Pasemah merupakan bukti peninggalan masyarakat prasejarah. Arca-arca itu dibuat sebagai manifestasi dan nenek moyang untuk dipuja. Namun, tidak deinikian halnya dengan masyarakat setempat. Menurut kepercayaan, patung-patung itu adalah perbuatan dan seorang tokoh bernama si Pait Lidah atau
Serunting Sakti. Disebut si Pait Lidah karena apapun yang terkena lidahnya akan menjadi pahit, atau apabila ia menyumpahi (mengutuk) seseorang, maka orang itu berubah manjadi patung, baik berbentuk manusia maupun hewan, tergantung keinginan si Pait Lidah. Salah satu dan patung-patung batu itu yang terkenal adalah patung Tinggihari. Disebutkan bahwa patung batu itu semula seorang puteri cantik. Pada suatu hari ia bertemu dengan si Pait Lidah. Pait Lidah menegur puteri itu dengan sopan, tetapi sang puteri menaggapinya dengan angkuh. Karena sikapnya itu, tentu saja si Pait Lidah tersinggung dan marah. Dengan kemarahan yang meluap ia pun berucap, “Hai puteri angkuh, jadilah engkau menjadi patung”. Saat itu pula sang puteri berubah jadi patung, sedangkan onggokan batu di sampingnya, adalah keranjang yang dibawanya pada saat itu.
Menhir
Menhir adalah Sebuah tugu dan batu tunggal yang didirikan untuk menghormati roh nenek moyang. Menhir ditemukan di Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Banten, dan Kalimantan.
Punden berundak
Punden berundak merupakan tempat pemujaan. Bangunan itu dibuat dengan menyusun batu secara berundak (bertingkat). Punden berundak banyak ditemukan di daerah Cisolok, Sukabumi.
Kubur peti batu
Kubur peti batu adalah peti jenazah yang terpendam di dalam tanah berbentuk persegi panjang dan pada sisi-sisinya terbuat dan lempengan batu. Kubur peti batu ditemukan di daerah Kuningan (Jawa Barat).
Kuburan berundak
Kuburan berundak adalah satu atau lebih kuburan diletakkan di atas sebuah bangunan berundak. Bangu.nan berundak dibentuk dan tanah yang dipapras, sedangkan tebing-tebingnya diperkuat dengan batu kali. Kuburan berundak ditemukan di beberapa daerah di Sumatera, juga di Kepulauan Polinesia yang dikenal dengan sebutan ahu atau marae. Bangunan-bangunan lain yang berhubungan dengan tempat penyimpanan mayat adalah Sarkofagus dan Waruga yang banyak ditemukan di Sulawesi, Sumbawa, dan beberapa daerah lainnya.
Sumber Pustaka: Yudhistira
Loading...