Loading...
Sebelum ilmu pengetahuan tentang tanah berkembang, sistem klasifikasi tanah masih bersifat sederhana. Tanah hanya dibedakan atas dasar baik buruknya bagi pertumbuhan tanaman. Semakin berkembang ilmu tanah, semakin kompleks sistem klasifikasinya. Sistem klasifikasi terkadang dapat dijadikan sebagai suatu indikator untuk menilai telah sejauh mana tingkat pengetahuan suatu bangsa terhadap suatu objek. Kubiena (1948, dalam Hardjowigeno, 1993) seorang ahli fisika Ampere menyatakan: "Tunjukkan sistem klasifikasimu agar saya dapat menunjukkan sejauh mana kamu mendalami masalah-masalah penelitianmu".
A. KONSEP DASAR TANAH
Perkembangan klasifikasi secara umum sangat dipengaruhi oleh konsep dasar pemahaman tentang tanah, selain tingkat pengetahuan yang telah dicapai. Konsep tersebut berhubungan erat dengan pengetahuan manusia tentang tanah dan perkembangan ilmu tanah yang menonjol pada masanya. Oleh karena itu, konsep tanah yang telah dianut dalam sejarah kebudayaan manusia merupakan deret waktu yang cukup panjang, lebih menyerupai evolusi. Wirjodiharjo (1953. dalam Rachim, 2000) menyimpulkan empat konsep dasar pemahaman tanah, yaitu konsep manfaat, kimia, geologi, dan pedologi.
1. Konsep Manfaat
Konsep ini memandang tanah dari sudut manfaatnya. Berdasarkan catatan, peradaban bangsa-bangsa seperti Yunani, Romawi, Mesopotamia, Mesir, dan Cina telah memanfaatkan tanah untuk pertanian, terutama di sekitar daerah dataran aliran sungai.
2. Konsep Kimia
Konsep ini berkembang pada awal abad 19 di Eropa Barat, yang di abad sebelumnya, ilmu kimia berkembang pesat. Pada konsep ini, tanah dipandang sebagai laboratorium kimia, terjadi reaksi pembong-karan dan penyusunan secara tersembunyi (tidak dapat dilihat langsung oleh mata). Konsep ini pada awalnya dikembangkan oleh Julius von Liebig pada tahun 1861 di Jerman, kemudian diikuti oleh Albrecht von Thaer dan Knop.
Pemahaman konsep ini menciptakan budaya para petani yang selalu membuang sisa-sisa makanan ternak yang telah tercemar kotoran ke lahan pertanian mereka, sehingga menghasilkan horizon permukaan yang sekarang disebut epipedon plagen.
3. Konsep Geologi
Julius Von Liebig tahun 1843 mengemukakan ide bahwa tanaman hanya mengabsorpsi zat-zat mineral dari dalam tanah. Ide ini sangat berpengaruh terhadap pendirian sekolah agrogeologi sebagai implementasi konsep geologi. Konsep geologi di Jerman oleh Albert Fallow (dianggap sebagai pendiri pedologi) dan Von Richtopen. Konsep ini lebih menekankan pada asal geologi untuk memahami tanah. Albert Fallow tahun 1862 telah membuat klasifikasi tanah atas dasar bahan induk penyusunnya, yang terdiri dari dua kelas yaitu tanah residual dan tanah aluvial.
4. Konsep Pedologi
Menurut konsep ini, tanah dipandang sebagai benda alam bebas yang komplek dan yang dihasilkan oleh sejumlah proses pedogenesis (pembentuk tanah). Pencetus ide ini adalah Vasilii Dokuchaev (1846- 1903) seorang ahli geologi yang dianggap sebagai "Bapak Ilmu Tanah Dunia" yang sangat banyak pengalamannya di lapangan. Ia menemukan filosofi tentang sejumlah hubungan dan interaksi yang banyak bentuknya di antara batuan, geomorfologi, tanah, air permukaan, air tanah, iklim mikro, flora, fauna, dan manusia.
Konsep ini setelah tahun 1914 baru menyebar ke dunia barat, yang dikembangkan oleh murid Dokuchaev terutama Sibirtzev dan Glinka. Di Amerika Serikat, konsep ini dikembangkan dan dimodifikasi terutama sekali oleh Marbut. Konsep pedologi merupakan dasar pengembangan ilmu tanah hingga sekarang. Dalam perkembangan konsep selanjutnya, ahli-ahli dari Amerika Serikat lebih memegang peranan. Bersamaan dengan perkembangan survei dan klasifikasi tanah pengertian tentang tanah terus berubah dan diperbaiki, hingga terakhir tahun 1998 (Soil Surve3gtaffl 1999), definisi tanah diperluas pengertiannya hingga mencakup tanah-tanah yang tidak mampu menyokong pertumbuhan tanaman secara aktual, disebabkan oleh pengaruh iklim saat sekarang yang sangat keras, seperti di daerah kutub dan gurun yang sangat panas.
Dalam hal ini, definisi tanah adalah tubuh alam yang tersusun dari bahan padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, teijadi pada permukaan lahan menutupi ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua hal berikut• horizon-horizon atau lapisan-lapisan yang dapat dibedakan dari proses penambahan, kehilangan transfer, perubahan bentuk dari energi dan bahan, atau kemampuan menyokong tanaman berakar dalam lingkungan alami.
Berdasarkan definisi tersebut, tanah di Antartika yang sebelumnya tidak dapat dikatakan sebagai tanah karena tidak mampu menyokong pertumbuhan tanaman, sekarang dapat dikatakan sebagai tanah. Hingga sekarang dikenal ada 12 ordo tanah, salah satunya tanah spodosol.
B. FAKTOR PEMBENTUKAN TANAH
Faktor pembentuk tanah merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan jenis-jenis tanah. Faktor-faktor pembentukan tanah pada mulanya dikemukakan oleh Dokuchaev (1883) dengan persamaan: T= f (i, o, b) w°, dimana T= tanah, i= iklim, o= organisme, b= bahan induk, dan w°=umur tanah. Jenny (1941) menyatakan, sebenarnya banyak faktor pembentuk tanah tetapi yang terpenting selain iklim adalah, organisme, bahan induk, dan waktu juga faktor relief (topografi), serta faktor lain seperti gravitasi, gempa bumi, dan lain-lain. Sehingga, hubungan antara tanah dengan faktor pembentuk tanah dituli.s T= f (i, o, r, b, w).
Mengenai jenis faktor pembentuk tanah yang berpengaruh pada proses pembentukan tanah, tampaknya berbeda di setiap tempat. Tanah spodosol merupakan tanah tua (senile) yang berkembang dari bahan induk berpasir, dengan tingkat kesuburan rendah sehingga perlu diketahui kendala-kendala dalam usaha pengelolaan.
C. BATASAN TANAH
Marbut (1940) beranggapan bahwa tanah merupakan suatu sistem lapisan kerak bumi yang tidak padu dengan ketebalan berbeda dengan bahan-bahan di bawahnya, yang juga tidak bau dalam hal warna, bangunan fisik, struktur, susunan kimiawi, sifat biologis, proses kimia, ataupun reaksi-reaksi yang terj adi. NC. Brady (1974) dalam The Nature and Properties of Soil, tanah merupakan suatu tubuh alam atau gabungan tubuh alam yang dapat dianggap sebagai hasil alam bermatra tiga yang merupakan paduan antara gaya perusakan dan pembangunan, yang dalam hal ini pelapukan dan pernbusukan bahan-bahan organik adalah contoh proses perusakan, sedang pembentukan mineral baru seperti lempung tertentu, serta lapisan-lapisan yang khusus merupakan proses pembangunan.
Tanah merupakan suatu sistem yang ada dalam suatu keseimbangan dinamis dengan lingkungannya (lingkungan hidup atau lingkungan lainnya). Tanah tersusun atas lima komponen sebagai berikut.
1. Partikel mineral, berupa fraksi anorganik, hasil perombakan bahan-bahan batuan dan anorganik yang terdapat di permukaan bumi (45 %).
2. Bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan binatang serta berbagai hasil kotoran binatang (5 %).
3. Air (20 - 30 %).
4. Udara tanah/pori (20 — 30 %).
5. Kehidupan jasad renik.
D. PROFIL TANAH
Untuk keperluan tertentu (misalnya genesa tanah, analisis tanah, biologi maupun fisika tanah, dan keperluan lainnya) sangat diperlukan gambaran yang lebih jelas tentang tanah dan umumnya hal ini dapat diatasi dengan pembuatan profil tanah. Profil tanah merupakan sebuah irisan melintang pada tubuh tanah, dibuat dengan menggali tanah. Horizon merupakan lapisan atau zona pada tanah yang terbentuk karena adanya variasi komposisi, tekstur, dan struktur tanah. Profil tanah pada dasarnya dapat dibagi menjadi 4 macam horizon, mulai dari yang teratas sampai ke bagian yang terdalam, yaitu zona O, A, B, dan C.
E. WARNA TANAH
Warna merupakan salah satu hal penting dalam mempelajari tanah. Melalui warna kita dapat mengetahui kandungan bahan-bahan material tanah. Warna gelap memperlihatkan kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik, maka warna tanah tersebut semakin gelap (karena bahan organik berasal dari sisa-sisa tumbuhan banyak mengandung karbon). Kandungan mineral pada tanah juga membuat warna tanah berbeda-beda. Contohnya, kandungan mineral yang paling umum terdapat dalam tanah adalah besi (Fe), pada tanah yang berdrainase buruk, yaitu seluruh tanah selalu tergenang air maka warna tanah adalah abu-abu karena senyawa besi dalam tanah tereduksi (Fe2'). Pada tanah yang berdrainase baik, tanah tidak terendam air sehingga berwarna merah atau kuning coklat karena besi teroksidasi (Fe3+ ).
Warna tanah ditentukan dengan menggunakan warna-warna baku yang terdapat dalam buku Munsel Soil Chart. Warna baku ini adalah warna disusun oleh tiga variabel yaitu: hue, value, dan chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombang. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan jumlah sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum.
F. TEKSTUR TANAH
Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Bagian tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar (kerikil sampai batu) sedangkan yang kurang dari 2 mm disebut bahan halus/tanah, yang jika dibandingkan kandungan butir-butir pasirnya dapat dikelompokkan menjadi pasir, debu/endapan, dan liat.
G. STRUKTUR TANAH
Struktur tanah atau (soil structure) merupakan butir-butir atau fraksi-fraksi dalam segumpal tanah atau susunan saling mengikat antarpartikel tanah. Gumpalan tanah terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu dengan lainnya oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi, dan sebagainya. Ikatan butir-butir atau fraksi-fraksi tanah tersebut berwujud agregat tanah yang membentuk dirinya (disebut ped). Gumpalan-gumpalan tersebut memiliki bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Contoh: pada umumnya, di daerah bercurah hujan tinggi, tanahnya berstruktur remah (granuler) di permukaan dan bergumpal di horizon bawah. Adapun di daerah kering, tanah pada umumnya berstruktur tiang atau prisma di lapisan bawah.
H. KLASIFIKASI TANAH
Klasifikasi tanah dapat dibedakan menjadi klasifikasi alami dan klasifikasi teknis. Klasifikasi alami adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkan dengan tujuan penggunaan tanah tersebut, sedangkan kkisifikasi teknis adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifar-sifat tanah yang mempengaruhi kemampuan tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu (misalnya, klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan).
Sistem klasifikasi tanah (alamt) yang ada di dunia berbagai macam, karena banyak negara menggunakan sistem klasifikasi yang dikembangkan di negara tersebut. Di Indonesia saja sekarang paling sedikit dikenal tiga sistem klasifikasi tanah, masing-masing dikembangkan oleh Pusat Penelitian Bogor [Sistem Dudal-Soepraptohardjo (1957)], Food and Agriculture Organization (FAO), dan United States Department of Agriculture (USDA), Amerika Serikat.
Daftar Pustaka : PT. PHIBETA ANEKA GAMA
Loading...