Loading...

Prosedur Dan Proses Ratifikasi Hukum Perjanjian Internasional Menurut UU No. 24 Tahun 2000

Loading...

Prosedur Dan Proses Ratifikasi Hukum Perjanjian Internasional Menurut UU No. 24 Tahun 2000


Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2000, dapat disimpulkan bahwa pembuatan perjanjian internasional harus didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memperhatikan hukum nasional ataupun internasional yang berlaku. Pembuatan perjanjian harus didahului dengan konsultasi dan koordinasi dengan menteri luar negeri dan posisi pemerintah harus dituangkan dalam suatu pedoman delegasi (pasal 5).

Pembuatan pedoman delegasi ini dianggap perlu agar terciptanya keseragaman posisi delegasi Republik Indonesia dan koordinasi antardepartemen/lembaga pemerintah dalam membuat perjanjian internasional. Perundingan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh delegasi RI yang dipimpin oleh menteri atau pejabat lain sesuai dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing.

Terdapat tahap-tahap dalam pembuatan perjanjian, yaitu penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan. Penandatanganan suatu perjanjian intemasional dapat merupakan persetujuan atas naskah yang dihasilkan dan merupakan pernyataan untuk mengikatkan
din secara definitif.



Pembuatan perjanjian dapat dilakukan dengan surat kuasa penuh. Surat kuasa diperlukan bagi seseorang yang mewakili pemenntah untuk menerima atau menandatangani suatu naskah, sedangkan presiden dan menten tidak memerlukan dokumen tersebut. Surat kuasa dikeluarkan oleh menteri luar negeri sesuai dengan praktik internasional yang telah dikukuhkan dalam

Konvensi Wina tahun 1969. Di samping itu, ada pula dokumen lain, yaitu surat kepercayaan yang dikeluarkan menteri luar negeri untuk menghadiri, merundingkan, atau menerima hasil akhir suatu pertemuan internasional. Surat kuasa tidak diperlukan jika penandatanganan suatu perjanjian internasional hanya bersifat kerja sama teknis sebagai pelaksanaan perjanjian yang sudah berlaku.

Selain itu, undang-undang tentang perjanjian internasional pun berisi ketentuan mengenai persyaratan atau pemyataan terhadap suatu perjanjian internasional yang dapat dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian, kemudian ditugaskan pada waktu dilakukannya pengesahan. Persyaratan dan pengesahan dapat ditarik kembali setiap saat melalui pernyataan tertulis.

Pengesahan perjanjian internasional merupakan tahap yang sangat penting dalam proses pembuatan perjanjian internasional karena pada tahap tersebut suatu negara menyatakan din untuk terikat secara definitif. Pasal 9 membagi pengesahan perjanjian internasional, ke dalam pengesahan dengan undang-undang dan pengesahan dengan keputusan presiden. Sesuai dengan pasal 10, pengesahan dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan dengan hal-hal berikut:

  1. masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
  2. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah;
  3. kedaulatan negara;
  4. hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
  5. pembentukan kaidah hukum baru;
  6. pinjaman atau hibah luar negeri.

Pengesahan perjanjian internasional rnelalui undang-undang dilakukan berdasarkan materi perjanjian dan bukan berdasarkan bentuk atau nama (nomenclature) perjanjian. Kiasifikasi menurut materi perj anjian dimaksudkan agar tercipta kepastian hukum dan keseragaman hentuk pengesahan perjanjian internasional dengan undang-undang.

Sebaliknya, pengesahan perjanjian-perjanjian internasional yang tidak ntermasuk dalam kategori perjanjian internasional, dilakukan dengan keputusan presiden (pasal 11) dan salinannva disampaikan kepada DPR untuk dievaluasi. Jenis-jenis perjanjian yang pengesahannya melalui keputusan presiden pada umumnya memiiki maten yang bersifat procedural dan memerlukan penerapan dalam waktu singkat tanpa mempengaruhi peraturan perundang-undangan nasional, di antaranya adalah perjanjian induk yang menyangkut kerja sama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi dan teknik, perdagangan, kebudayaan, pelayaran niaga, kerja sama penghindaran pajak berganda. dan kerja sama perlindungan penanaman modal, serta perjanjian-perjanjian yang bersifat teknis lainnya.

Selanjutnya, setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pemberlakuan perjanjian internasional yang tidak disahkan dengan undang-undang atau keputusan presiden, langsung herlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian atau nota diplomatik ataupun melalui cara-cara lain sebagaimana disepakari oleh para pihak terkait. Perlu ditambahkan bahwa yang masuk kategori perjanjian yang langsung berlaku ini antara lain adalah;erjanjian yang secara teknis mengatur kerja sama di bidang pendidikan, sosial budaya, pariwisata, penerangan, kesehatan dan keluarga berencana, lingkungan hidup. pertanian, kehutanan, serta kerja sama persaudaraan antara provinsi dan kota.

Selanjutnya juga terdapat kemungkinan bagi Indonesia untuk melakukan perubahan atas ketentuan suatu perjanjian internasional berdasarkan kesepakatan para pihak terkait melalui tata cara yang ditetapkan dalam perjanjian dan disahkan dengan peraturan perundang- undangan yang setingkat.

 Sumber Pustaka: Grafindo Media Pratama
Loading...

Artikel Terkait :