Loading...
Asas Kewarganegaraan (Asas Ius Soil, Lus Sanguinis, Bipatride Dan Apatride)
Berikut ini adalah asas kewarganegaraan yang membahas tantang Asas Ius Soil, Lus Sanguinis, Bipatride Dan Apatride.
Asas Ius Soil dan Asas lus Sanguinis
Untuk menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dua macam asas, yaitu:
- Asas Ius Soli
Asas lus Soli yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan orang yang bersangkutan. Contohnya: John dilahirkan di Negara A. Sedangkan orang tuanya berkewarganegaraan B maka John adalah warga negara B. Jadi asas lus Soli adalah penetapan kewarganegaraan seseorang dilihat dan kewarganegaraan orang tuanya, tanpa memperhatikan tempat ia dilahirkan.
- Asas Ius San guinis
Asas Jus sanguinis adalah asas yang menyatakan kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan tempat kelahirannya. Contol-mya: Andi lahir di negara B, sedangkan orang tuanya berkewarganegaraan A, maka Andi tetap sebagai warga negara B. Jadi dalam asas mi kewarganegaraan seseorang tidak tergantung dan kewarganegaraan orang tuanya, melainkan berdasarkan tempat kelahiran.
Bipatride dan Apatride
Adanya kedua asas itu sering menimbulkan permasalahan yang disebut bipatride dan apatride.
- Bipatride
Bipatride adalah seseorang yang memiliki kewarganegaraan rangkap atau dua kewarganegaraan. Hal mi terjadi akibat adanya perbedaan asas yang dianut oleh dua negara. Contohnya: Rini lahir di negara A, yang menganut asas ius sanguinis yang berarti ia berkewarganegaraan A. Namun karena orang tuanya berkewarganegaraan B, maka Rini didaftarkan pula sebagai warganegara B. Dengan .demikian Rmi memiliki dua kewarganegaraan atau rangkap (dwi kewarganegaraan).
- Apatride
Kebalikan dan contoh bipatride di atas; Rini keturunan bangsa B yang negaranya menganut asas ius soli. Namun ia dilahirkan di negara A, yang menganut asas ius sanguinis. Dengan demikian Rini bukanlah warga negara B, karena ia dilahirkan dinegara A. Rini bukan pula warganegara A, karena ia keturunan bangsa B. Dengan demikian Rini tidak mempunyai kewarganegaraan atau Apatride.
Baik bipatride maupun apatride, tidak disenangi oleh negara-negara dimana orang yang berstatus seperti itu berada, bahkan bagi orang-orang yang bersangkutan. Bipatride membawa ketidakpastian status kewarganegaraan bagi seseorang, sehingga dapat merugikan negara dimana ia berada. Sebaliknya apatride mengakibatkan seseorang tidak mendapatkan perlindungan dan negara manapun.
Pada tahun 1955, masalah apatride pernah terjadi di Indonesia. Hal mi disebabkan adanya undang-undang yang mengakui orang-orang Cina sebagai warga negara Indonesia. Sedangkan Pemerintah Cina (RRC) beranggapan bahwa orang-orang Cina yang tinggal di Indonesiaadalah warga negaranya. Dengan demikian orang-orang Cina di Indonesia memiliki kewarganegaraan rangkap (dwi warganegara).Untuic menyelesaikan masalah itu pada tanggal 22 April 1955 Wakil pemerintah kedua negara mengadakan perjanjian yang disebut Perjanjian Soenarjo-Chou.
Pada tahun 1958 Perjanjian Perjanjian Soenarjo-Chou ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958. Undang-Undang itu mengatur tentang persetujuan Pemerintah Indonesia dengan pemerintah RRC mengenai Dwi kewarganegaraan. Ditegaskan dalam undang-undang itu bahwa orang-orang Cina di Indonesia yang telah berumur 18 tahun harus memilih salah satu diantaranya. Apakah mereka mau menjadi warga negara Indonesia atau jadi warganegara Republik Rakyat Cina.
Untuk keperluan itu mereka diberi kesempatan selama 2 tahun. Jika mereka tidak mengindahkai undang-undang itu, berarti mereka telah memilihmenjadi warga negara Indonesia bila orang tuanya berkewarganegaraan Indonesia. Sebaliknya mereka menjadi warga Republik Rakyat Cina, bila ayahnya berkewarganegaraan Cina. Sedangkan bagi anak-anak dibawah umur 18 tahun, disebutkan bahwa mereka boleh memilili kewarganegaraan orangtuanya.
Untuk keperluan itu mereka diberi kesempatan selama 2 tahun. Jika mereka tidak mengindahkai undang-undang itu, berarti mereka telah memilihmenjadi warga negara Indonesia bila orang tuanya berkewarganegaraan Indonesia. Sebaliknya mereka menjadi warga Republik Rakyat Cina, bila ayahnya berkewarganegaraan Cina. Sedangkan bagi anak-anak dibawah umur 18 tahun, disebutkan bahwa mereka boleh memilili kewarganegaraan orangtuanya.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1969 yang menetapkan bahwa mereka yang telah menjadi warga negara RI menurut Unang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 tetp menjadi warga negara Indonesia, sedangkan bagi mereka yang berusia dibawah 18 tahun secara langsung mengikuti kewarganegaraan orang tuanya.
Sumber Pustaka: Yudhistira
Loading...