Loading...

Tradisi Sejarah Pada Masyarakat Indonesia Yang Belum Mengenal Tulisan

Loading...

Tradisi Sejarah Pada Masyarakat Indonesia Yang Belum Mengenal Tulisan


Menurut para cendikiawan yang menaruh perhatian pada budaya Timur khususnya Indonesia, masyarakat Indonesia selain mengenal budaya batu dan logam, masih memiliki sepuluh budaya asli (tradisi masyarakat) yang hingga sekarang masih tetap diperahankan. Beberapa contoh tradisi sejarah pada masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan hampir sama seluruhnya dengan sepuluh budaya asli bangsa Indonesia, yaitu sebagai berikut.

Kemampuan Berlayar

Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan di Cina Selatan. Mereka kemudian menyebar ke Vietnam. Dari Vietnam mereka menyebar ke pulauan disebelah selatannya yang disebut Austronesia (austro artinya selatan, nesos artinya pulau). Mereka mengarungi samudera luas dengan perahu bercadik yang sederhana. Bahkan banyak yang menggunakan rakit. Perairan yang dijelajahinya sampai ke Madagaskar di barat, Jepang Selatan di utara, dan Selandia di selatan. Penggunaan perahu bercadik dan rakit merupakan salah satu ciri budaya bangsa-bangsa berbahasa Austronesia. Hingga sekarang sebagian masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupannya sebagai nelayan penangkap ikan.



Sistem Pertanian: Berladang dan Bersawah

Sistem pertanian berladang dan bersawah sudah dikenal pada zaman Batu Tengah, tetapi jauh lebih maju pada zaman Bath Muda (Neolitikum). Pekerjaan berladang ataupun bersawah biasanya dilakukan secara gotong royong. Dan mulai mengolah tanah, menanam, hingga menuai hasil mereka lakukan bersama-sama. Hingga sekarang masyarakat tani di berbagai daerah di Indonesia masih tetap mempertahankan sistem gotong royong itu. Selain berladang dan bersawah, mereka juga sudah pandai memelihara berbagai jenis hewan seperti anjing, babi, domba, kambing, kerbau, dan unggas. Hewan-hewan yang sebelumnya liar itu, berhasil mereka jinakkan.

Sistem Kemasyarakatan

Setelah meninggalkan kebiasaan hidup berpindah-pindah (nomaden), manusia mulai hidup menetap dan bercocok tanam. Manusia semakin sadar bahwa ada saling ketergantungan di antara mereka. Mereka saling membutuhkan satu sama lain untuk menghadapi tantangan, baik dan alam, hewan, maupun sesama manusia. Berawal dan kesadaran inilah, kemudian mulai terbentuk perkampungan-perkmpungan. Pada akhirnya dikenal pula suku, marga, dan sebagainya. Mereka yang semula hidup dalam kelompok-kelompok kecil, berbaur dan membentuk kelompok yang jauh lebih besar di bawah seorang peinimpin.

Sistem Kepercayaan

Kepercayaan masyarakat prasejarah Indonesia sudah tumbuh pada saat mereka masih hidup di
gua-gua. Di gua-gua karang yang sudah diteliti di Indonesia, para ahli tidak hanya menemukan berbagai peralatan dan batu, tulang, dan tanduk, tetapi juga menemukan lukisan-lukisan pada gua-gua karang tersebut. Lukisan itu antara lain telapak tangan dan hewan buruan yang jantungnya tertembus anak panah. Lukisan-lukisan itu mengindikasikan bahwa mereka mempercayai sesuatu kekuatan gaib di luar kemampuannya. Sistem kepercayaan itu terus mengalaini perkembangan yang mencapai puncaknya pada masa bercocok tanam. Mereka mendirikan bangunan-bangunan dan batu-batu besar (megalith) untuk menghormati arwah leluhurnya.

Sistem Bahasa

Bangsa Indonesia terdiri dan berbagai suku. Tiap-tiap suku meiniliki bahasa daerahnya masing-masing. Menurut penelitian para ahli bahasa, bahasa-bahasa yang tersebar di seluruh Kepulauan Indonesia herasal dan rumpun bahasa Austronesia.

Sebelum mendapat pengaruh tradisi Hindu Buddha, bangsa Indonesia telah menguasai ilmu pengetahuan, di antaranya ilmu perbintangan (astronoini). Dengan astronoini yang dikuasainya mereka dapat menentukan waktu yang cocok untuk mulai membajak, menanam, memanen, melaut, dan sebagainya. Selain itu, mereka juga telah menguasai teknik pengecoran logam untuk membuat berbagai peralatan keperluan hidup, seperti kapak, cangkul, dan peralatan rumah tangga lainnya.

Dari keenam contoh tradisi sejarah masyarakat yang disebutkan di atas, para ahli menambahkan lagi empat, yaitu sistem macapat, kesenian wayang, seni gamelan, dan seni batik.
  • Sistem Macapat
Macapat berarti cara yang didasarkan pada jumlah empat. Dalam pengembangan pengaturan masyarakat, mereka bekerja sama di bawah desa yang terletak. di tengah. Kesemuanya menjadi kesatuan lebih besar yang disebut Pancawara. Tradisi macapat terus berkembang yang wujudnya nampak dalam kota lama dengan alun-alun (tanah lapang) sebagai pusatnya dan di keempat penjurunya ditempatkan bangunan-bangunan penting.

Selain d1am tata desa atau tata kota, sistem macapat kemudian populer sebagai kesatuan syair (tembang) yang terdiri dan empat baris.
  • Sistem Kesenian Wayang
Wayang pada awalnya merupakan sarana untuk upacara kepercayaan. Nenek moyang yang telah meninggal dibuatkan arca perwujudannya. Rohnya dianggap bertempat di pohon-pohon besar yang dikeramatkan. Bila ada anggota keluarga yang mengadakan upacara perkawinan, roh nenek moyang dipanggil melalui seorang syaman. Roh itu kemudian masuk ke dalam tubuhnya sehingga suaranya inirip dengan roh orang yang merasukinya. Praktik yang disebut syamanisme ini dikenal oleh hampir seluruh suku bangsa di Indonesia.

Dengan penerangan blencong (lampu yang berbahan bakar ininyak kelapa atau jarak) boneka perwujudan dimainkan oleh syaman dengan diiringi cerita atau nasihat. Anak cucu dan orang yang rohnya dipanggil menyaksikannva dan belakang layar yang hanya berupa bayangan. Dan kata bayang inilah timbul istilah wayang dalam bahasa Jawa. Upacara sakral deinikian, kemudian berubah menjadi pertunjukan setelah pengaruh Hindu masuk di Indonesia. Cerita pertunjukan wayang diambil dan kitab Mahabarata atau Ramayana. Orang tidak lagi menyaksikan wayang di belakang layar, tetapi dan depan layar.
  • Sistem Seni Gamelan
Gamelan berasal dan kata gamel yang berarti pukul karena memang banyak di antara unsur gamelan yang dipukul. Bahan alat gamelan ada yang dan kayu ada pula yang dan logam. Alat gamelan yang bahannya dan kayu atau bamboo antara lain: gambang dan gendang, sedangkan yang dan logam khususnya perunggu berupa gong. Gong besar disebut gong ageng yang posisinya digantung, sedangkan yang kecil diletakkan pada deretan tali dan dinamakan bonang. Diduga bahwa waktu itu kepandaian orang telah dimanfaatkan untuk menyertai alat-alat gamelan sebagai instrumen pengiring nyanyian orang yang suaranya vokal sehingga ada kombinasi instrument dengan vokal.
  • Sistem Seni Batik
Seni batik dibuat pada kain putih (mori) dengan mempergunakan canting sebagai alat tulisnya sehingga diperoleh batik tulis. Tintanya berasal dan olahan lilin dengan bahan-bahan lain yang berfungsi untuk menutupi bagian tertentu pada kain. Penggambaran pada kain dapat mempergunakan gans-garis bila yang akan dibatik jenis pilin berganda atau yang geometris, sedangkan yang untuk pola seperti garuda yang suhit, dipergunakan pola yang diletakkan di bawah kain yang dibatik. Sebagian dan kain tidak dibatik, sehingga waktu direndam dalam air nila yang warnanya biru dan disebut mbironi, maka bagian yang tidak dibatik akan menjadi biru.

Kemudian ada bagian yang harus dikerok untuk memperoleh warna cokelat setelah direndam dalam air soga. Perendaman dilakukan beberapa hari. Setelah itu kain dimasukkan ke dalam air panas sehingga him terlepas dan kain (dilorot) yang dilakukan beberapa kali. Untuk penyempurnaannya kain dibanting bantingkan di atas meja sehingga akan tampaklah batik dengan tiga warna secara jelas, yaitu biru, cokelat, dan putih yang merupakan warna tradisional. Kini industri batik modern sudah mempergunakan berbagai jenis warna sehingga warnanya beraneka ragam. Selain itu, proses pembuatannya juga lebih cepat. Industri demikian diusahakan oieh orang-orang yang memiliki modal besar. Industri batik tersebut umumnya terdapat di kota-kota pantai seperti Lasem, Pekalongan, Cirebon, Yogya, dan Solo, sedangkan yang tradisional tetap diusahakan oieh masyarakat pribuini yang memiliki keterampilan dan bermodal kecil.
Sumber Pustaka: Erlangga
Loading...