Loading...
Selama berkuasa di Indonesia, bangsa-bangsa Barat menanamkan pengaruhnya di berbagai wilayah di Indonesia. Makin merosotntya kekuasaan para penguasa pribumi membuat pengaruh itu membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu perubahan tersebut terjadi dalam bidang agama.
Rekayasa Agama oleh Portugis
Didorong oleh hasrat mencari kekayaan, menguasai perdagangan rempah-rempah, dan menyebarkan agama Kristen, pada tahun 1511, Portugis berhasil merebut kota Malaka. Ketika itu, Malaka menjadi pusat perdagangan dan kegiatan umat Islam di Asia Tenggara.
Jatuhnya pelabuhan Malaka membawa pengaruh besar terhadap perkembangan agama Islam dan Kristen di Indonesia. Malaka vang semula memegang peran sebagai pusat penyebaran Islam beralih peran menjadi pusat penyebaran agama Kristen Katolik. Dari Malaka bangsa Portugis menyebarkan agama Kristen Katolik ke Maluku, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.
Sebenarnya, sebelum kedatangan Portugis, penduduk Ternate telah memeluk agama Islam. Kedatangan Portugis yang membawa para misionaris mendapat tantangan dari penduduk setempat. Bahkan beberapa kali terjadi peperangan.
Sultan Ternate saat itu, Tabariji, ditangkap dan di bawa ke Goa. Sepuluh tahun kemudian, ia dinyatakan tidak bersalah. Portugis bermaksud mengem-balikartnya sebagai raja di Ternate, tetapi jabatan itu telah dipegang oleh Sultan Khairun. Rakyat Ternate tidak menghendaki kembalinya raja lama karena telah menjadi pemeluk Kristen dengan nama Manuel. Dengan tipu muslihat menjalin perdamaian, Sultan Khairun disingkirkan oleh Portugis. Secara licik, raja Ternate itu dieksekusi di benteng Sao Paulo, di Ternate.
Tindakan itu mendapat kritik pedas dari kalangan rohaniwan Kristen yang berkarya di Maluku. Bagi mereka, tindakan itu merupakan bentuk rekayasa politik terhadap agama. Raja Portugal ternyata mendengar keluhan para rohaniwan itu. Ia menarik komandan Diego Lopez dari jabatannya. Akan tetapi, semuanya sudah terlambat.
Rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Baabullah Daud Syah mengerahkan armada yang kuat untuk menyerang pertahanan Portugis. Pada tahun 1575,dengan sangat terpaksa Portugis menyingkir ke Timor-Timur, Flores, dan pulau-pulau sekitarnya. Sampai sekarang sebagian besar penduduk daerah ini menganut agamaKristen Katolik.
Politik Islam Hindia Belanda
Pengalaman menghadapi berbagai perlawanan di seluruh Indonesia menyadarkan Belanda akan betapa kuatnya pengaruh Islam bagi tumbuhnya semangat perjuangan melawan beragam penindasan. Untuk meredam perlawanan itu, pihak pemerintah kolonial menggalakkan studi ilmiah terhadap Islam. Upaya tersebut melahirkan Politik Islam. Politik itu diusulkan Prof. Snouck Hurgronje kepada lembaga penasehat gubernur jenderal untuk urusan pribumi (adviseur voor inlandsche zaken). Politik Islam merupakan kebijakan pemerintah kolonial untuk menghadapi Islam di Indonesia.
Langkah-langkah Politik Islam
1. Pemerintah bersikap toleran terhadap kehidupan keagamaan Islam Selama ini, pemerintah kolonial menuding kegiatan ibadah haji sebagai biang keladi munculnya tokoh-tokoh perlawanan (kalangan haji dan ulama). Dengan Politik Islam, pemerintah membedakan urusan agama dan urusan politik. Snouck Hugronje justru mengharapkan pemerintah mendukung setiap bentuk kegiatan keagamaan, antara lain ibadah haji.
2. Pemerintah bersikap ketat terhadap kegiatan politik umat Islam Sikap toleran dalam hal agama diimbangi dengan sikap ketat terhadap kegiatan politik. Tujuannya adalah menutup kemungkinan umat Islam membentuk kelompok bernuansa politik. Alasannya, kelompok seperti inilah (bukan kelompok agama) yang memliki potensi makar terhadap pemerintah kolonial.
3. Pemerintah menggalakkan pendidikan Barat Lembaga pendidikan Islam merupakan salah satu wadah munculnya kesadaran akan persatuan sesama umat Islam, atau Pan-Islam. Untuk membendung lembaga tersebut, Snouck Hugronje menya-rankan pemerintah kolonial menggiatkan pendidikan Barat. Pendidikan ini dimaksudkan membentuk ikatan kesatuan Indonesia Belanda, atau Pax Neerlandica.
Campur Tangan terhadap Gereja
Tindakan pembatasan yang dilakukan pemerintah kolonial tidak hanya dikenakan pada agama Islam saja. Tindakan itu berlaku juga untuk agama Kristen. Sejak era VOC, gerak-gerik Gereja terutama kalangan rohaniwan dibatasi. Setiap kegiatan para rohaniwan harus diketahui, bahkan dilaporkan kepada petinggi VOC.
Meskipun liberalisme sempat berpengaruh di Indonesia, pengawasan ketat dan campur tangan tetap dilakukan terhadap Gereja. Salah seorang tokoh penentang tindakan pemerintah kolonial itu adalah de Grooff. Akibat keberaniannya, rohaniwan Jesuit ini, bersama keempat rekannya, diusir dari Indonesia.
Pada tahun 1854, pemerintah kolonial mengeluarkan aturan yang membatasi gerak-gerik para rohaniwan. Aturan itu mengharuskan para rohaniwan dan guru Kristen memiliki ijin dari gubernur jenderal. Bila dianggap merugikan, ijin itu sewaktu-waktu dapat dicabut. Aturan ini mengakibatkan kualitas para rohaniwan dan guru agama sulit dipertanggungjawabkan dari segi rohani.
Daftar Pustaka : Erlangga
Loading...