Loading...
Penggolongan Perjanjian Internasional secara umum dapad dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu perjanjian bilateral darij perjanjian multilateral. Perjanjian bilateral adalah perjanjian antaral dua pihak. Contohnya, perjanjian antara RI dengan RRC tentang Dwi Kewarganegaraan pada tahun 1954. Sedangkan, perjanjian: multilateral adalah perjanjian antara banyak pihak. Contohnya: Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang.
Penggolongan perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal dibedakan menjadi 2 golongan juga, yaitu Treaty Contrac dan Law Making Treaties. Treaty contract adalah perjanjian seperti kontrak atau perjanjian dalam hukum perdata yang hak-hak dari kewajibannya hanya ditimpakan pada pihak-pihak yang: mengadakan perjanjian itu.
Contohnya, perjanjian mengenai kewarganegaraan, perjanjian perbatasan, perjanjian perdagangan, perjanjian, dan pemberantasan penyelundupan. Sedangkan, law making treaties adalah perjanjian yang meletakkani ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Contohnya Konvensi tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang, Konvensi tahun 1958 tentang Hukum Laut, dan Konvensi Vienna tahun 1961 tentang hubungan diplomatik.
Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties terletak pada pihak ketiga yang tidak terlibat dalam perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut serta dalam treaty contract, sedangkan untuk lau), making treaty selalu terbuka bagi pihak lain yang tadinya tidak turut serta dalam perjanjian karena telah diatur di dalamnya.
Dengan adanya perbedaan ini, dapat digunakan istilah Perjanjian Khusus untuk "treaty contract" dard Perjanjian Umum untuk "law making treaty". Dapat ditambahkan juga bahwa umumnya law making treaties adalah: perjanjian-perjanjian multilateral sedangkan perjanjian khusus (treaty contract) merupakan perjanjian-perjanjiani bilateral.
A. Tahap-tahap Perjanjian Internasional
Menurut hukum internasional, setiap negara mempunyai kemampuan untuk mengadakan perjanjiad internasional. Negara di sini dimaksudkan sebagai negara dalam arti hukum internasional. Tahapan dalam melakukarij perjanjian internasional dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu perundingan (negotiation), penandatanganan! (signature), dan .pengesahan (ratification).
1. Perundingan (negotiation) Perundingan adalah sebuah forum bagi pihak yang berkepentingan untuk memecahkan masalah atau; kepentingan mereka. Dalam hal ini negara adalah sebagai subjek hukum internasional. Agar dapat memenuhil harapan atau tujuan masing-masing negara maka dalam perundingan langkah-langkah yang perlu diperhatikarij dalam melakukan suatu perundingan, antara lain adalah sebagai berikut:
- tentukan seorang juru bicara yang bisa mewakili kepentingan negara/pemerintah;
- bekali juru bicara perundingan dengan materi persoalan dan argumen sebelum berunding;
- tentukan pihak runding yang kompeten/berwenang;
- memilih tempat perundingan, biasanya di salah satu negara peserta ataupun di tempat yang netral;
- fokuskan pada persoalan yang sedang diperjuangkan;
- berhati-hatilah terhadap upaya memecah belah;
- ajukan istirahat terlebih dahulu bila tim agak lelah atau sedikit kacau atau bingung;
- jangan mudah menyetujui suatu argumen melainkan harus senantiasa menampilkan fakta di lapangan;
- waspadai terhadap pembentukan komite (sesuai rencana atau tidak);
- keputusan harus mengikat semua pihak;
- jangan tinggalkan rakyat (walau negara di atas rakyat).
Dalam politik, di samping perundingan ada istilah lobby. Perundingan dan lobby hampir sama maksudnya, yaitu sama-sama berkeinginan merubah atau menemukan penyelesaian atas suatu masalah yang merugikan bagi pihak terkait.
Hanya saja, perundingan bersifat formal tapi kalau lobby lebih cenderung informal dan dilakukan di sela-sela perundingan atau bisa sebelum perundingan. Melakukan lobby berarti mengkomunikasikan pandangan, sikap, dan tuntutan kepada pihak lain.
Sama dengan perundingan, lobby merupakan proses politik yang dipakai untuk mempengaruhi pihak lain untuk melakukan perubahan terhadap kebijakan yang kurang menguntungkan. Langkah-langkah dalam lobby itu sendiri adalah sebagai berikut:
- Tentukan sasaran (orang atau instansi) yang akan di-lobby. Hal terpenting dalam lobby adalah ketepatan sasaran dalam mengkomunikasikan gagasan, pandangan, sikap, dan tuntutannya.
- Tentukan orang yang melakukan lobby. Syarat orang yang melakukan lobby adalah orang yang rasional, murah senyum, rendah hati, mampu beradaptasi dengan cepat, tidak mudah terpancing emosinya, dan pandai berargumen.
- Tentukan waktu yang tepat. Keberhasilan lobby tergantung waktu dan momen yang tepat.
- Lakukan lobby. Lobby bisa dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Lobby secara langsung, misalnya dengan cara pertemuan pribadi, percakapan lewat telepon, surat tertulis pribadi, surat pribadi ke beberapa orang secara terpisah, surat terbuka, dan pernyataan. Lobby secara tidak langsung bisa dilakukan dengan kampanye media massa, kampanye politik dengan sasaran khusus, sengatan media massa, minta bantuan profesional melalui organisasi masyarakat, melalui partai politik, unjuk rasa massa, atau membuat partai politik sendiri.
Dalam proses lobby, hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut
- gunakan nalar memikat;
- pakailah ideologi pihak yang lobby;
- katakan yang benar (actual issue);
- hindari perilaku menyindir atau menyinggung;
- dukungan bagi sasaran (integritasnya);
- adapun ancaman atau gertakan akan diberikan bila kita memiliki kekuatan dan kemampuan untuk itu.
2. Penandatanganan dan Pengesahan
Penandatanganan dan pengesahan adalah proses penerimaan naskah dan pengesahan bunyi naskah melalui pembubuhan tandatangan. Penerimaan naskah (adoption of the text) satu perjanjian dalam satu konferensi internasional yang dihadiri oleh banyak negara biasanya dilakukan dengan dua pertiga suara dari peserta konferensi, kecuali jika para peserta konferensi menentukan lain.
Pengesahan bunyi naskah (authentication of the next) yang diterima sebagai naskah yang terakhir dilakukan menurut cara yang disetujui antara negara-negara peserta yang mengadakan perundingan itu. Pengesahan bunyi naskah ini (authentication) harus dibedakan dari penerimaan (adoption) dari naskah perjanjian.
Pengesahan adalah satu tindakan formal mengenai bunyi naskah perjanjian, sedangkan penerimaan (adoption) merupakan tindakan menerima isi dari perjanjian. Apabila konferensi.tidak menetapkan prosedur untuk pengesahan naskah maka pengesahan demikian dapat dilakukan dengan penandatanganan, penandatanganan ad referendum (sementara), atau dengan pembubuhan paraf (initial).
Persetujuan suatu negara untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian (consent to be bound by a treaty) dapat diberikan dengan berbagai macam cara dan tergantung dari persetujuan antara negara-negara peserta pada waktu perjanjian itu diadakan.
a. Penandatanganan
Dengan cara penandatanganan tanpa ratifikasi apabila hal ini memang menjadi maksud dari para peserta. Maksud tersebut dapat tertuang dalam perjanjian atau dengan cara lain sepakat bahwa perjanjian itu; berlaku setelah ditandatangani tanpa menunggu ratifikasi, yaitu berlaku sejak ditandatangani, pada tanggali waktu diumumkan, atau mulai pada tanggal yang ditentukan pada perjanjian. badan yang berwenang dan masih harus disahkan! Sistem pertama, yaitu ratifikasi semata-mata oleh eksekutif kini jarang sekali kita dapat dan sistem ini.
b. Ratifikasi
Ratifikasi adalah bahwa persetujuan itu harus disatikan atau dikuatkan oleh negaranya. Jadi, persetujuan dengan penandatanganan itu bersifat sementara oleh badan yang berwenang di negaranya.
Ada 3 golongan atau sistem dalam ratifikasi, yaitu
- sistem ratifikasi yang dilakukan semata-mata oleh badan eksekutif,
- sistem ratifikasi yang dilakukan semata-mata oleh badan legislatif, dan
- sistem ratifikasi yang dilakukan secara campuran oleh badan eksekutif dan legislatif merupakan peninggalan jaman kerajaan mutlak.
c. Pernyataan turut serta (accession) atau menerima (acceptance) suatu perjanjian.
d. Pernyataan turut serta atau menerima suatu perjanjian dengan melakukan pertukaran surat-surat naskah apabila pihak-pihak yang bersangkutan menentukan demikian.
B. Hal Berakhirnya atau Ditangguhkan Berlakunya Perjanjian Internasional
Secara umum, suatu perjanjian bisa punah atau berakhir karena sebab-sebab yang tersebut di bawah ini:
- karena telah tercapainya tujuan dari perjanjian itu;
- karena habis berlakunya waktu perjanjian itu;
- karena punahnya salah satu pihak peserta perjanjian atau punahnya objek perjanjian itu;
- karena adanya persetujuan dari peserta-peserta untuk mengakhiri perjanjian itu;
- karena diadakannya perjanjian antara para peserta kemudian yang meniadakan perjanjian yang terdahulu;
- karena dipenuhinya syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian itu sendiri;
- diakhirinya perjanjian secara sepihak oleh salah satu peserta dan diterimanya pengakhiran itu oleh pihak lain.
Persoalannya adalah apabila pelaksanaan atau kelangsungan suatu perjanjian dipengaruhi oleh hal-hal yan tidak diatur dalam perjanjian. Persoalan-persoalan tersebut adalah pembatalan sepihak oleh salah satu peserta dany, pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak.
Contoh pembatalan sepihak (denunciation) oleh salah satu peserta atau pengunduran diri dari suatu perjanjiany adalah pengunduran diri Indonesia dari keanggotaan PBB bulan Desember 1964. Piagam PBB tidak mengatur hali ini Kemudian, Indonesia berkeinginan masuk kembali ke dalam keanggotaan PBB sehingga oleh Sekjen PBB, ditetapkan bahwa pengunduran diri sepihak Indonesia telah dianggap sebagai penangguhan kegiatan Indonesia sebagai anggota PBB. Oleh karena itu, Indonesia tetap.diwajibkan membayar iurannya selama penangguhan watersebut walaupun diberikan keringanan.
Dalam hal pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak, adanya pelanggaran tersebut memberikan alasan kepada peserta lain untuk mengalchiri atau menangguhkan berlakunya perjanjian untuk sebagian atau seluruhnya, contohnya tou te. madalahforce majeur, impossibility of performance, dan fundamental change of circumstances.
Force majeur adalah terjadinya suatu keadaan karena terjadi di luar kehendaknya atau di luar dugaan. Sedangkan, impossibility of performance adalah ketidakmungkinan pelaksanaan kewajiban karena lenyapnya objek atau tujuan perjanjian, misalnya lenyapnya suatu pulau, keringnya suatu sungai, atau hancurnya suatu bendungan hidroelektrik yang mutlak diperlukan bagi pelaksanaan perjanjian tersebut.
Contoh fundamental change of circumstances atau perubahan yang fundamental dalam keadaan adalah pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler dan pecahnya perang. Konvensi Vienna menetapkan bahwa hal pemutusan diplomatik tidak mempengaruhi hubungan hukum antar peserta kecuali hal tersebut merupakan syarat bagi pelaksanaan perjanjian itu.
Sedangkan pecahnya perang tidak diatur di Konvensi Vienna. Sehingga, bisa dianggap membatalkan perjanjian dan bisa ditangguhkannya ketentuan-ketenuan perjanjian. Kedua hal tersebut syaratnya adalah persoalan yang konkrit sebaiknya dilihat dalam ketentuan-ketentuan perjanjian.
Daftar Pustaka: Yudhistira
Loading...