Loading...
Orang yang sakit tidak terlepas dari padanya beban kewajiban shalat. Hanya saja karena biasanya orang sakit itu lemah badannya maka Agama Islam memberi keringanan-keringanan kepadanya. Orang sakit masih tetap mempunyai tanggungan shalat selama akal dan ingatannya masih tetap.
Orang sakit diberi keringanan dalam melaksanakan kewajiban shalat. Apabila orang sakit tidak kuasa berdiri, maka ia diperbolehkan melakukan shalat dengan cara duduk saja. Dalam melakukan shalat itu, sebagai gantinya berdiri ialah duduknya itu.
Tentang mengangkat tangan, takbir, bersedakap, menghadap kiblat, dan bacaan-bacaan sama dengan shalat pada orang yang shalat berdiri. Untuk ruku` ialah dengan membungkukkan badannya sekedar membuat sudut 45 derajat. Untuk sujud dan untuk duduk antara dua sujud serta duduk tahiyat sama dengan pada orang shalat biasa.
Pengertian tidak kuasa artinya, memang betul-betul tidak dapat berdiri, ataupun takut sakitnya lebih menjadi-jadi sebab berdiri lama, apalagi takut binasa sebab berdiri. Pada orang yang sudah sangat tua atau lanjut usia, yang tidak tahan berdiri atau tidak kuasa berdiri dapat melaksanakan shalatnya dengan duduk sebagaimana terdapat pada orang sakit.
Kalau tidak kuasa duduk, maka orang sakit atau terlalu lemah badannya itu diperbolehkan shalat dengan berbaring kesebelah kanan dengan menghadap kiblat. Tentang bacaannya kalau dapat seperti orang shalat berdiri atau duduk, kalau tidak dapat ia sekuasanya. Tentang pembatasan ganti berdiri, ruku‘ sujud dan duduk tahiyat, dilakukan sedapatnya.
Kalau tidak kuasa berbaring, maka boleh seseorang menjalankan shalatnya dengan berbaring menelentang dengan kedua kakinya ke arah kiblat, sedapat mungkin diusahakan supaya kepalanya diberi bantal agar mukanya menghadap kiblat.
Tentang bacaan sedapatnya, tidak dipaksa-paksa, sebab Allah Maha Pengampun dan tidak memaksakan sesuatu yang hambanya tidak kuasa melaksanakannya. Tentang pembatasan antara rukun-rukun shalat, boleh dengan isyarat saja.
Bagi yang tidak bisa bergerak samasekali badannya tetapi mulutnya masith bisa berkomat-kamit untuk membaca atau mengucapkan bacaan shalat hendaknya dilakukan dengan ucapan lisan dan isyarat mata. Terhadap orang sakit yang sudah demikian beratnya itu hendaknya selalu ditunggu oleh keluarganya dan selalu diberitahukan sewaktu-waktu sudah masuk waktu shalat.
Kalau sudah tidak kuasa shalat samasekali, baik berdiri, duduk berbaring, menelentang, berarti sudah mendekati ajalnya, yang menunggu harus lebih teliti dan hati-hati sekali. Hendaknya yang menunggu menuntuni kalimah Thoyyibah ialah: Laailaaha illallh, terus menerus sehingga menghembuskan nafasnya yang penghabisan.
Insya Allah dengan berakhirnya kehidupan seseorang yang diakhiri dengan kalimah thoyyibah ini menjadi husnul khotimah atau penghabisan yang baik bagi seseorang yang sakit, sehingga kembali ke hadirat Allah. Insya Allah dia termasuk ahli sorga dan mendapat pahala di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Dengan sedikit uraian tentang pelaksanaan shalat bagi orang sakit ini, maka sesungguhnya tidak ada jalan lagi bagi seseorang untuk mengatakan bahwa ia tidak bisa menjalankan shalat, justru saat-saat terakhir dari kehidupan seseorang yang menghadapi maut inilah yang semestinya menjadi perhatian kita, sebab kehidupan seseorang juga antara lain tergantung pada Husnul Khotimah atau Su'ul Khotimah dalam hidupnya di dunia yang fana ini.
Husnul Khotimah artinya bagus penghabisan hidupnya, sedangkan Su'ul Khotimah artinya jelek penghabisan hidupnya. Semoga kita termasuk golongan orang Islam yang beriman benar serta husnul khotimah dalam mengarungi hidup di dunia ini, penuh penyerahan dan pengabdian. Amin.
Sumber Pustaka: PT. AL Ma'arif
Loading...