Loading...
Setelah kembali ke UUD 1945, perlu ada peraturan-peraturan peralihan yang dapat dipakai untuk mengisi kekosongan akibat pergantian UUD, maka Presiden mengeluarkan produk hukum dengan nama Penetapan Presiden yang disingkat Penpres. Penpres ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan, UU meskipun tanpa persetujuan DPR lebih dahulu.
Dalam masa peralihan, Penpres ini dapat dibenarkan. Akan tetapi kalau pengeluaran Penpres ini diteruskan akan berakibat lain dan merupakan suatu penyimpangan. Dari sini mulai terjadi penyimpangan-penyimpangan yang terus-menerus antara lain:
- Segala badan negara dibentuk berdasarkan Penpres, tidak berdasarkan UU sebagaimana mestinya;
- MPRS bersidang di Bandung, ' tidak di ibu kota negara (bertentangan dengan pasal 2 UUD 1945).
- Manipol yang intinya Nasakom, dijadikan GBHN yang berlaku selama-lamanya;
- Bung Karno diangkat oleh MPRS menjadi Presiden seumur hidup;
- Ketua-ketua lembaga tertinggi/tinggi negara dijadikan menteri-menteri negara (bertentangan dengan pasal 17 UUD 1945);
- Persiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955 (berten-tangan dengan sistem pemerintahan negara).
Partai Komunis, yang jelas-jelas anti Tuhan dan dengan demikian anti Pancasila, selalu mendapat angin pada masa itu. Partai Komunis Indonesia sempat duduk dalam pemerintahan, lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, dan bahkan menyusup dalam tubuh ABRI.
Sesuai dengan doktrin komunis, bahvva kekuasaan harus direbut dengan cara apapun, maka pada tanggal 30 September 1965 PKI melaksanakan suatu gerakan perebutan kekuasaan (coutp that), yang terkenal dengan pemberontakan G 30 S/PKI yang membunuh secara sadis 6 Perwira Tinggi/Pimpinan Teras Angkatan Darat di Lubang Buaya.
Atas kejadian itu rakyat naohon kepada Presiden agar Presiden segera mengambil tindakan politik, yakni membubarkan PKI yang jelas-jelas menjadi dalang dan sekaligus menjadi pelaksana dari G 30 S. Rupanya Presiden masih enggan, maka muncullah kesatuan-kesatuan aksi, yakni KAMI, KAPPI, KAPI, KASI, dan kesatuan aksi lain, serta masa-masa rakyat yang mencetuskan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yakni:
- Bubarkan PKI dan ormas-ormas pendukungnya;
- Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI;
- Turunkan harga sandang pangan.
Situasi semakin menjadi panas, Bung Karno sebagai Presiden tidak mampu menguasai keadaan, maka pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden memberikan surat perintah kepada Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan.
Dengan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) tersebut, pada tanggal 12 Maret 1966, Soeharto, atas nama Presiden membubarkan PKI dengan ormas-ormas pendukungnya.
Pembubaran PKI itu dituangkan dalam Keppres No.01/3/1966. Sejak itu semua kekuatan sosial dan politik bersepakat untuk mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
sumber: Tim Nasional Penataran P4
Loading...