Loading...
Stratifikasi politik (kebijakan) nasional dalam Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak
a. Tingkat kebijakan puncak meliputi kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup: penentuan Undang-undang Dasar, penggarisan masalah makro politik bangsa dan negara untuk merumuskan idaman nasional (national goals) berdasarkan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Kebijakan tingkat puncak ini dilakukan oleh MPR dengan hasil rumusan dalam GBHN dan ketetapan MPR.
b. Dalam hal dan keadaan yang menyangkut kekuasaan kepala negara seperti tercantum pada pasal-pasal 10 s.d. 15 UUD 1945, tingkat penentuan kebijakan puncak ini juga rnencakup kewenangan presiden sebagai kepala negara. Bentuk hukum dari kebijakan nasional yang ditentukan oleh Kepala Negara itu dapat berupa dekrit, peraturan atau piagam kepala negara.
2. Tingkat Kebijakan Umum
Tingkat kebijakan umum merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan puncak, yang lingkupnya juga menyeluruh nasional dan berupa penggarisan mengenai masalah-masalah makro strategis guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu. Hasil-hasilnya dapat berbentuk:
- Undang-undang yang kekuasaan pembuatannya terletak di tangan presiden dengan persetujuan DPR (UUD 1945, Pasal 5 ayat (1) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa).
- Peraturan Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan undang-undang yang weWenang penerbitannya berada di tangan presiden (UUD 1945 pasal 5 ayat (2) ).
- Keputusan atau instruksi presiden, yang berisi kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang pengeluarannya berada di tangan Presiden dalam rangka pelalcsanaan kebijakan nasional dan perundang-undangan yang berlaku (UUD 1945, pasal 4 ayat (1)).
- Dalam keadaan keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.
3. Tingkat Penentuan Kebijakan Khusus
Kebijakan khusus merupakan penggarisan terhadap suatu bidang utama (major area) pemerintahan. Kebijakan ini adalah penjabaran kebijakan umum guna merumuskan strategi, administrasi, sistem, dan prosedur daiam bidang utama tersebut. Wewenang kebijakan khusus berada di tangan menteri berdasarkan kebijakan pada tingkat di atasnya.
Hasilnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan Menteri, Keputusan Menteri atau Instruksi Menteri dalam bidang pemerintahan yang dipertanggung jawabkan kepadanya. Dalam keadaan tertentu menteri juga dapat mengeluarkan Surat Edaran Menteri.
4. Tingkat Penentuan Kebijakan Teknis
Kebijakan teknis meliputi penggarisan dalam satu sektor dari bidang utama di atas dalam bentuk prosedur serta teknik untuk mengimplementasikan rencana, program, dan kegiatan. Wewenang pengeluaran kebijakan teknis ini terletak di tangan pimpinan eselon pertama departemen pemerintahan dan pimpinan lembaga-lembaga non departemen. Hasil penentuan kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan atau Instruksi
Pimpinan Lembaga Non Departemen atau Direktur Jenderal dalam masing-masing sektor administrasi yang dipertanggung-jawabkan kepadanya. Isi dan jiwa kebijakan teknis ini harus sesuai dengan kebijakan di atasnya dan sudah bersifat pengaturan pelaksanaan secara teknis dan administratif.
Peraturan, keputusan dan atau instruksi direktur jenderal atau pimpinan lembaga non departemen itu lazimnya merupakan pedoman pelaksanaan. Di dalam tata laksana pemerintahan, sekjen sebagai pembantu utarna menteri bertugas mempersiapkan dan merumuskan kebijakan khusus menteri dan pemimpin rumah tangga departemen.
Selain itu, inspektur jenderal dalam suatu departemen berkedudukan sebagai pembantu utama menteri dalam penyelenggaraan pengendalian departemen. Ia juga mempunyai wewenang untuk membantu mempersiapkan kebijakan khusus menteri.
5. Dua Macam Kekuasaan dalam Pembuatan Aturan di Daerah
a. Wewenang penentuan pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat di daerah terletak di tangan gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yuridiksinya masing-masing. Bagi daerah tingkat I wewenang itu berada di tangan gubernur, sedangkan bagi daerah tingkat II di tangan bupati atau wali kota.
Perumusan hasil kebijaksanaan tersebut dikeluarkan dalam keputusan dan instruksi gubernur untuk wilayah propinsi dan keputusari serta instruksi bupati atau wali kota untuk wilayah kabupaten atau kota madya.
b. Kepala Daerah berwenang mengeluarkan kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Perumusan hasil kebijakan tersebut diterbitkan sebagai kebijakan daerah dalam bentuk peraturan daerah tingkat I atau II, keputusan dan instruksi kepala daerah tingkat I atau II.
Menurut kebijakan yang berlaku sekarang, jabatan gubernur dan bupati atau walikota dan kepala daerah tingkat I atau II disatukan dalam satu jabatan yang disebut Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Kepala Daerah Tingkat II atau Walikota/Kepala Daerah Ting-kat II.
Sumber: PT. Gramedia Pustaka Utama
Loading...