Loading...

John Maynard Keynes Dalam Pemikiran Teori Ekonomi

Loading...

John Maynard Keynes Dalam Pemikiran Teori Ekonomi


John Maynard Keynes adalah seorang ahli ekonomi terkemuka yang latar belakang pendidikan awalnya
bukanlah ekonomi. Keynes adalah seorang mahasiswa yang brilian dalam bidang matematika, filsafat, dan ilmu politik. Pada saat hendak mendaftar sebagai pegawai negeri, Keynes harus mempelajari ilmu ekonomi dan kebetulan yang menjadi gurunya adalah Alfred Marshall, tokoh aliran neoklasik dan Universitas Cambridge. Setelah diterima sebagai pegawai negeri, Keynes mencurahkan perhatiannya untuk menyelesaikan disertasinya agar dapat diterima sebagai tenaga pengajar di Universitas
Cambridge.

Setelah bekerja sebagai pegawai negeri sekaligus dosen di Universitas Cambridge, nama Keynes dengan cepat melejit karena penjelasan-penjelasan dan pemecahan msalah perekonomian yang diberikannya menggunakan pendekatan yang sangat praktis dan konkrit. Masalah yang ikut dipecahkannya adalah masalah perdamaian pasca Perang Dunia ke-1 sehubungan dengan syarat-syarat yang tampaknya akan mengancam perekonomian Eropa. Masalah lainnya adaJah masalah kebijakan nilai tukar mata uang lnggris yang standarnya dikembalikan ke standar emas oleh Winston Churchill.

Masalah moneter yang terus dihadapinya memacu Keynes untuk mempelajari lebih lanjut tentang teori upah dan moneter. Akhirnya pada tahun 1936, Keynes berhasil menuangkan pokok-pokok pikirannya dalam buku yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money yang diakui sebagai buku yang dapat menjawab tuntutan zaman sesudah buku The Wealth of Nation dan Adam Smith.


Dengan mengamati kondisi perekonomian lnggris dan dunia pada saat itu, Keynes banyak mengkritik teori perekonomian aliran klasik yang menyatakan bahwa dalam posisi keseimbangan penawaran akan menciptak an permintaannya sendiri (Hukum Say). Dengan konsep tersebut para pengikut aliran klasik percaya bahwa tidak akan ada pengangguran yang terjadi. Kalaupun terjadi pengangguran karena sisi penawaran ternyata lebih besar dan sisi permintaan, pasti akan ada tangan tak nampak yang mengatur kembali posisi tersebut ke posisi keseimbangan.

Menurut Keynes, dalam kenyataannya penawaran tidak selalu menciptakan permintaan, karena permintaan masyarakat dipengaruhi oleh pendapatan yang diterimanya. Tidak semua masyarakat mau menghabiskan pendapatannya untuk membeli barang konsumsi, ada sebagian pendapatan mereka yang disisihkan untuk ditabung. Dengan demikian, sisi permintaan biasanya menjadi lebih kecil dan sisi penawaran.

Dampak dari produk yang tidak dapat dikonsumsi seluruhnya olehmasyarakat ialah penurunan kapasitas produksi oleh para produsen. Pengurangan produksi mi berakibat pada pengurangan jumlah pekerja, sehingga terjadi lonjakan jumlah pengangguran, yang pada akhirnya berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat. Teori Keynes ml kemudian terbukti pada periode tahun 30-an ketika terjadi puncak kemerosotan perekonomian di hampir seluruh negara-negara industri.

Keynes juga mengkritik teori klasik yang berpendapat bahwa jumlah tabungan akan selalu sama dengan jumlah investasi. Menurut aliran klasik, sebagian pendapatan masyarakat yang tidak dikonsumsi akan bocor (leakage) dalam bentuk tabungan, sehingga pengeluaran menjadi tidak sama dengan pendapatan yang diterima. Dengan demikian, permintaan agregat (permintaan masyarakat atau permintaan nasional) menjadi lebih kecil dan penawaran agregat.

Keynes berpendapat bahwa besarnya investasi tidak akan sama dengan besarnya tabungan karena adanya perbedaan motif yang melatarbelakangi kedua tindakan tersebut. Motif investasi adalah keinginan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya sementara motif untuk menabung dapat beragam alasannya, misalnya untuk berjaga-jaga (menghadapi masalah kesehatan, kecelakaan, dan lainnya) sehingga besarnya investasi tidak akan pernah sama dengan besarnya uang yang ditabung, dan kalaupun sama itu hanya kebetulan saja.

Kritik Keynes lainnya terhadap sistem perekonomian klasik adalah mengenai mekanisme penyesuaian (adjustment) otomatis yang menjamin bahwa pada tingkat penggunaan kerja secara penuh, keseimbangan (equilibrium) perekonomian akan tercapai. Menurut Keynes, hal itu tidak dapat diterima karena dalam kenyataannya mekanisme pasar tenaga kerja yang sebenarnya tidak seperti yang diasumsikan oleh pengikut aliran klasik. Di manapun juga, menurutnya, para pekerja memiliki serikat buruh yang memperjuangkan kepentingan mereka, khususnya dalam hat yang menyangkut masalah upah. Serikat buruh pasti akan menolak penurunan tingkat upah buruh yang tidak beralasan.

Kalaupun upah tersebut harus turun, hal itu akan berdampak seperti penurunan tingkat pendapatan masyarakat secara keseluruhan. Turunnya tingkat pendapatan masyarakat akan berdampak pada penurunan daya beli, yang pada akhirnya mengurangi tingkat konsumsi masyarakat. Jika kondisi mi terjadi, ada kemungkinan tingkat pengangguran justru semakin luas dan bukan kembali ke keseimbangan seperti teori yang diajukan oleh para pengikut aliran klasik.

Pandangan Keynes terhadap kebijakan yang sebaiknya diambil pemerintah dalam menghadapi fluktuasi perekonomian adalah dengan memberlakukan kebijakan fiskal. Dengan kebijakan fiskal pemerintah dapat menyuntikkan dana pada proyek-proyek yang dapat menyerap tenaga kerja. Kebijakan ni akan semakin berguna jika ternyata sumber daya yang tersedia belum dipergunakan secara penuh.

Menanggapi konsep laissez faire-laissez passer, Keynes memandang nya sebagai suatu konsep yang tidak salah namun juga tidak praktis. Jika perekonomian sedang dalam posisi menyimpang dan keseimbangannya, maka mengharapkan tangan tak nampak untuk memperbaiki kondisi tersebut membutuhkan waktu yang lama, padahal menurut Keynes, dalam jangka panjang kita semua akan mati (in the long run we’re all dead). Oleh karena itu, perlu adanya campur tangan pihak lain, yang dalam hal ini adalah pemerintah, sehingga posisi menyimpang itu dapat dipulihkan kembali dengan cepat.
Loading...