Loading...
Asas Dan Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi, untuk membentuk suatu sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Me1aluipemilihan ümum rakyat dapat menggunakan hak politiknya untuk memilih wakil-wakilnya yang akan duduk dalam parlemen. Dengan demikian, setiap negara penganut paham demokrasi hams mengadakan pemilihan
umum dalam waktu-waktu tertentu sesuai dengan ketetapan dalam undang-undang dasamya. Adapun tujuan dan diadakannya pemilihan umum adalah antara lain memungkinkan terjadinya peralihan kekuasaan secara tertib dan aman dalam melaksanakan kedaulatan rakyat serta melaksanakan hak-hak asasi manusia.
Asas Pemilihan Umum
Berdasarkan UU Pemilu No. 3 Tahun 1999 terdapat enam asas yang dikenal dalam pemilu, yaitu asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
- Asas langsung, yaitu rakyat yang telah rhemenuhi syarat-syarat untuk memilih dapat secara langsung memilih wakil-wakilnya untuk duduk sebagai anggota dewan perwakilan rakyit.
- Asas umum, yaitu semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin berhak untuk memilih dalam pemilihan umum. Dengan kata lain adanya jaminan kesempatan yang sama terhadap semua warga negara untuk ikut dalam pemilu tanpa ada diskriminasi sukii, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial.
- Asas bebas, yaitu setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan piliharmya tanpa tekanan dan paksaan dan siapa pun.
- Asas rahasia, yaitu dalam memberikan suaranya pemilih dijamin bahwa apa pun yang dipilih tidak akan diketahui oleh pihak lain.
- Asasjujur yaitu dalam penyelenggaraan pemilihan umum penyelenggara pemerintah dan partai politik peserta pemilihan umum, pengawas, dan pemantau pemilthan umum termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung hams bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas adil, yaitu dalam penyelenggaraan pemilihan umum setiap pemilih dan partai politik peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dan kecurangan pihak mana pun.
Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umum dibagi dalam dua sistem sebagai berikut.
- Single member constituency atau sistem distrik
Dalam sistem pemilihan umum dengan memakai sistem distrik, wilayah pemilihan umum dibagi dalam sejumlah besar distrik sesuai dengan jumlah anggota dewan perwakilan rakyat yang dikehendaki atau jumlah kursi yang tersedia. Setelah pemilihan umum, calon dan setiap distrik yang memperoleh suara terbanyak itulah yang menang. Calon itulah yang mewakili distriknya untuk duduk di dewan perwakilan rakyat. Sedangkan calon-calon lainnya dan distrik yang sama dinyatakan kalah dan suara pendukungnya tidak lagi diperhitungkan atau dianggap hilang. Contoh dalam suatu distrik ada 1.000.000 orang pemilih, sedangkan calon yang bersaing untuk duduk di dewan perwakilan rakyat ada dua orang yaitu X dan Y. Setelah perhitungan suara, temyata calon X mengumpulkan 550.000 suara dan calon Y mengumpulkan 450.000 suara. Dengan demikian X mewakili distriknya untuk duduk di dewan perwakilan rakyat, sedangkan 450.000 suara yang mendukung Y dianggap hilang. Sistem pemilihan mi dipraktikkan di Inggris, Kanada, Amerika Serikat, dan India.
Pemilihan umum dengan sistem single member constituency atau distrik mengandung beberapa unsur kelemahan, seperti di bawah ini.
- Sistem tersebut tidak memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minorita. Apalagi jika anggotanya tersebar di beberapa distrik.
- Sistem tersebut dianggap kurang representatif karena calon yang kalah dalam suatu distrik kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Bila ada beberapa partai politik yang mengadu kekuatan dalam pemilihan umum itu, maka jumlah suara yang hilang akan sangat besar. Akibatnya sistem tersebut akan dianggap tidak adil oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan.
Di samping mengandung kelemahan-kelemahan seperti yang telah disebutkan di atas, sistem distrik juga mengandung beberapa kelebihan seperti berikut.
- Sistem tersebut lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Oleh karena itu, terbatasnya kursi yang diperebutkan, mendorong partai-partai menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama.
- Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih biasanya dikenal oleh penduduk distrik yang memilihnya. Dengan demikian, wakil yang terpilih akan lebih bertanggung jawab memperjuangkan kepentingan distrik yang diwakilinya dalam parlemen.
- Berkurangnya jumlah partai politik, serta adanya kecenderungan peningkatan kerja sama antarpartai politik, sehingga mempermudah terbentuknya pemerintahan yang stabil.
- Pemilihan dengan sistem distrik lebih sederhana dan lebih mudah.
- Sistem perwakilan berimbang
Sistem perwakilan berimbang dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan dalam sistem distrik. Disebut sistem perwakilan berimbang karena jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu partai atau golongan sesuai atau seimbang dengan jumlah suara yang diperolehnya. Contoh perbandingan dalam sistem perwakilan berimbàng adalah 1: 500.000, artinya untuk jumlah pemilih sebanyak 500.000 orang, memiliki satu orang wakil dalam parlemen. Negara sebagai satu daerah pemilihan yang besar, dibagi dalam beberapa daerah pemilihan (lebih besar dan distrik). Maksud pembagian daerah pemilihan mi untuk kemudahan teknis administratif. Setiap daerah pemilihan memilih sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilihan itu. Jumlah wakil dalam setiap daerah pemilihan ditentukan oleh jumlah pemilih dalam daerah pemilihan itu dibagi dengan 500.000.
Dalam sistem perwakilan berimbang, semua suara dihitung. Bila pada suatu daerah pemilihan ada golongan atau partai memperoleh suara lebih, maka kelebihan suara itu dapat ditambah pada jumlah suara yang diperoleh oleh golongan atau partai yang sama di daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan.
Sistem perwakilan berimbang memiliki beberapa kelemahan di antaranya sebagai berikut.
- Sistem perwakilan berimbang memberi peluang bagi timbulnya partai-partai baru. Selain dan itu sistem mi tidak menjamin terjadinya integrasi berbagai golongan dalam masyarakat. Bahkan sebaliknya cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk memanfaatkan persamaan-persimaan.
- Wakil-wakil yang terpilih merasa lebih terikat dengan partainya, sehingga loyalitas mereka terhadap daerah yang telah memiliffnya tidak tampak. Sebaliknya justru memperkuat kedudukan pimpinan partainya.
- Banyaknya partai politik mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil, karena pada umumnya kabinet yang terbentuk adalah kabinet koalisi.
- Wakil-wakil terpilih dan tiap daerah pemilihan, tidak dikenal oleh masyarakat pemilihnya.
Di samping kelemahan-kelemahan tersebut di atas, sistem perwakilan berimbang juga memiliki beberapa kelebihan-kelebihan itt antara lain sebagai berikut.
- Lebih bersifat representatif dalam arti bahwa tidak ada suara yang hilang, karena semua suara pemilih dihitung.
- Semua golongan bagaimanapun kecilnya dapat menempatkan wakilnya dalam parlemen.
Sistem perwakilan berimbang dipraktekIan di Belanda, Belgia, dan Swedia. Indonesia menggunakan sistem tersebut pada tahun 1955 dan selama masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pada tanggal 7 Juni 1999, Indonesia melaksanakan Pemilu untuk memilih wakil-wakil rakyat di MPR. Pemilu 7 Juni 1999 merupakan pemilu yang demokratis setelah pemilu pada tahun 1955.
Pemilu 1999 merupakan amanat TAP MPR No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu hasil sidang istimewa MPR tanggal 10 - 13 November 1998. Dan dilaksanakan melalui UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Sistem pemilu yang digunakan berbeda dan masa-masa sebelumnya yaitu menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar.
Sumber Pustaka: Yudhistira
Loading...