Loading...
Pengakuan sebagai Suatu Negara
Pengakuan keberadaan suatu negara oleh negara lain merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal itu berkaitan dengan kedudukan negara sebagai subjek hukum internasional, serta kaitannya dengan pengakuan akan unsur-unsur negara yang meliputi wilayah, penduduk, dan pemerintahan. Keberadaan (eksistensi) suatu negara sebagai subjek hukum internasional hanya dalam hubungan dengan negara-negara lain atas dasar pengakuan timbal balik. Hukum internasional biasanya menentukan kondisi-kondisi yang mendasari suatu tata sosial sebagai tata hukum nasional, atau kondisi-kondisi suatu komunitas sebagai suatu negara serta sebagai subjek hukum internasional.
Pengakuan suatu negara bermakna politik dan bermakna hukum. Bermakna politik berarti negara yang mengakui suatu negara tertentu berkehendak untuk mengadakan hubungan-hubungan politik dan hubungan-hubungan lainnya dengan negara yang diakuinya. Pengakuan ini biasanya diwujudkan melalui pernyataan unilateral dari negara yang mengakui atau oleh suatu transaksi bilateral. Pengakuan keberadaan suatu negara oleh negara lain dalam makna hukum berarti suatu negara yang mengakui keberadaan negara lain (tertentu) berkehendak untuk mengadakan hubungan politik dan hubungan lainnya dengan negara yang diakuinya. Dengan kata lain, suatu negara mengakui suatu komunitas sebagai suatu negara yang secara hukum berarti pula bahwa negara yang disebut pertama sebagai komunitas tersebut merupakan negara menurut pengertian hukum internasional. Hubungan-hubungan ini sesuai dengan yang telah digariskan dalam hukum internasional (PBB), antara lain dilakukan melalui pertukaran wakil-wakil diplomatik dan membuat perjanjian.
Pengakuan suatu komunitas sebagai suatu negara menurut pengertian hukum internasional hanya merupakan suatu prinsip pengakuan umum, yaitu prinsip untuk menetapkan keberadaan fakta-fakta yang mengandung konsekuensi-konsekuensi hukum menurut hukum internasional. Jika suatu negara melalui pemerintahannya menyatakan, bahwa suatu komunitas adalah suatu negara menurut pengertian hukum internasional, maka negara yang mengakui terhadap negara yang diakui mempunyai kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang ditetapkan oleh hukum internasional umum. Begitu pula sebaliknya, hukum internasional dapat diterapkan kepada hubungan dari negara yang mengakui dengan negara yang diakui. Akan tetapi, pengakuan harus timbal balik agar hukum internasional bisa diterapkan pula kepada hubungan dari negara yang diakui dengan negara yang mengakui.
Pengakuan atau tindakan tidak mengakui (actus contrarius) sebagai pernyataan tentang keberadaan atau ketiadaan fakta negara dalam pengertian hukum internasional adalah penting, bukan hanya untuk berdirinya suatu negara baru, melainkan untuk berakhirnya negara lama.
Suatu negara mungkin tidak mengakui aneksasi (pengambilalihan) suatu negara oleh negara lainnya karena aneksasi tersebut mengandung pelanggaran hukum internasional. Namun, bilamana aneksasi tersebut efektif, yaitu jika ditegakkan dengan kokoh, maka pemerintahan negara yang tidak mengakui aneksasi tersebut tidak dapat bersikeras bahwa komunitas yang "dicaplok" itu masih memperlihatkan unsur sebagai suatu negara dalam pengertian hukum internasional.
Pada tanggal 1 Agustus 1990 Presiden Irak Saddam Husein mengerahkan tentara Irak untuk menduduki Kuwait. Tentara Irak berhasil menduduki Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990. Bahkan Irak kemudian mengklaim bahwa Kuwait merupakan bagian dari negaranya. Aneksasi Irak terhadap Kuwait ditentang oleh Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab. PBB pun mengeluarkan seruan agar Irak segera melepaskan Kuwait. Akhirnya, pasukan multinasional pun dikirim.
a. Pengakuan de Jure dan de Facto
Pada dasarnya perbedaan pengakuan keberadaan suatu negara oleh negara lain secara de jure dan de facto tidaklah jelas. Pada umumnya pengakuan secara de jure bersifat final. Sebaliknya, pengakuan de facto hanya bersifat sementara dan dapat ditarik kembali (pengakuan secara politik). Dalam perspektif tindakan pengakuan secara hukum hanya dengan pembatasan bahwa yang disebut pengakuan secara de facto adalah juga pengakuan de jure, karena pengakuan ini merupakan tindakan hukum.
Suatu komunitas baru yang menuntut pengakuan sebagai suatu negara dalam banyak hal tertentu masih diragukan persyaratannya sebagai suatu negara secara hukum internasional. Jika tindakan pengakuan dilakukan pada saat itu oleh suatu negara, maka tindakan pengakuan itu disebut pengakuan de facto, yaitu sewaktu-waktu dapat ditarik kembali walaupun pernyataan itu merupakan suatu tindakan hukum dan mempunyai akibat-akibat yang sama dengan pengakuan de jure.
b. Pengakuan dengan Kekuatan Berlaku Surut
Menurut hukum internasional, sebutan suatu negara tidak diwajibkan, tetapi hanya diberi kekuasaan untuk menentukan suatu komunitas. Hal tersebut merupakan suatu negara atau berakhirnya sebagai negara. Keputusan ini dapat dilakukan kapan saja tanpa memandang tanggal kapan komunitas tersebut mulai memenuhi kondisi yang ditetapkan sebagai suatu negara.
Negara yang kompeten untuk menetapkan eksistensi suatu negara dapat mencantumkan secara pasti tanggal di dalam pernyataannya. Negara yang mengakui dapat menjalankan pengakuannya atau tidak mengakuinya dengan kekuatan berlaku surut.
c. Pengakuan dari Pemerintah
Pengakuan seseorang atau sekelompok orang sebagai pemerintah suatu negara pada dasarnya sama seperti pengakuan suatu komunitas sebagai negara. Tindakan hukum dari pengakuan suatu pemerintah pada prinsipnya harus dibedakan dari tindakan politiknya. Tindakan hukum adalah penegasan fakta bahwa seseorang atau sekelompok orang benar-benar sebagai pemerintah dari suatu negara, sedangkan tindakan politik adalah pernyataan kehendak untuk mengadakan hubungan timbal-balik dengan pemerintah yang bersangkutan.
Tindakan hukum tentang pengakuan suatu pemerintah tidak dapat dipisahkan dari tindakan hukum dari suatu negara. Sepanjang suatu negara mengakui bahwa suatu komunitas lainnya adalah negara dalam pengertian hukum internasional, dan sepanjang negara itu tidak menyatakanbahwa komunitas ini telah berakhir sebagai negara, maka negara tersebut tidak dapat menyatakan bahwa negara ini tidak mempunyai pemerintahan. Namun, suatu negara bebas untuk mengadakan atau menolak mengadakan hubungan politik dan hubungan lainnya dengan suatu pemerintahan.
Kebebasan suatu negara untuk mengakui atau tidak mengakui pemerintahan dari suatu negara terletak pada fakta bahwa tidak ada keharusan bagi suatu negara untuk mengadakan hubungan politik atau hubungan-hubungan lainnya, mengadakan perjanjian dan sebagainya. Setiap negara dapat pula memutuskan hubungan-hubungan normal dengan negara lainnya jika pemerintahan dari negara lain tersebut secara politik tidak dapat diterima. Namun, pemutusan hubungan ini tidak boleh mempengaruhi kewajiban hukum yang ada.
Bentuk Negara
Menurut teori-teori modern sekarang ini, bentuk negara yang terpenting adalah negara kesatuan (unitarisme) dan negara serikat (federasi).
a. Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah negara yang merdeka dan berdaulat. Di seluruh wilayah negara yang berkuasa hanya terdapat satu pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah. Negara kesatuan dapat menggunakan sistem pemerintahan sentralisasi maupun desentralisasi.
1) Sistem Sentralisasi, segala sesuatu dalam negara itu langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya sebagai pelaksana.
2) Sistem Desentralisasi, daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah swatantra.
b. Negara Serikat (Federasi)
Negara serikat (federasi) adalah suatu negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara, yang menjadi negara bagian dari negara serikat itu. Negara bagian itu asal mulanya adalah suatu negara yang merdeka dan berdaulat serta berdiri sendiri. Dengan menggabungkan diri dalam suatu negara serikat, maka negara yang tadinya berdiri sendiri itu dan sekarang menjadi negara bagian, melepaskan sebagian kekuasaannya dan menyerahkannya kepada negara serikat itu. Kekuasaan asli ada pada negara bagian. Negara bagian itu berhubungan langsung dengan rakyatnya. Kekuasaan negara serikat adalah kekuasaan yang diterimanya dari negara bagian. Biasanya yang diserahkan oleh negara bagian kepada negara serikat adalah hal-hal yang berhubungan dengan hubungan luar negeri, pertahanan negara, keuangan, dan urusan pos. Adakalanya dalam pembagian kekuasaan antara pemerintah federasi dan pemerintah negara-negara bagian yang disebut adalah urusan-urusan yang diselenggarakan oleh pemerintah negara-negara bagian, yang berarti bahwa bidang kegiatan pemerintah federasi adalah selain urusan-urusan kenegaraan. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
Daftar Pustaka : YUDHISTIRA
Loading...