Loading...
Pada tanggal 9 Agustus 1945 bersamaan dengan dijatuhkannya bom atom di kota Nagasaki, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat dipanggil oleh Jenderal Besar Terauchi ke Dalat. Mengapa tidak ke Tokyo?
Alasannya karena Dalat waktu itu merupakan markas besar tentara Jepang untuk Asia Tenggara dan Jenderal Besar Terauchi adalah pimpinannya. Mengapa yang dipanggil Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta? Karena dua hari sebelumnya, yaitu pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan dan diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan Ir. Soekarno sebagai ketua dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, pertemuan antara tiga wakil dari Indonesia dengan Jenderal Besar Terauchi berlangsung di Dalat. Pertemuan tersebut menetapkan bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan berdasarkan hasil rapat PPKI yang akan diadakan tanggal 18 Agustus 1945, sedangkan wilayahnya meliputi bekas Hindia Belanda.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat tiba di tanah air dari Dalat bersamaan dengan desas-desus hampir menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Pada pukul 04.00 sore harinya Sutan Sjahrir menemui Drs. Moh. Hatta. Sjahrir menceritakan tentang desas-desus tersebut dan mendesak Drs. Moh. Hatta agar menyusun kerangka proklamasi kemerdekaan di luar PPKI.
Keduanya kemudian pergi ke rumah Ir. Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta berpendapat bahwa sebaiknya bangsa Indonesia bersabar menunggu perkembangan internasional lebih lanjut. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi permusuhan dengan Jepang. Pertemuan di rumah Ir. Soekarno tersebut tidak menghasilkan keputusan yang berarti.
Golongan Tua dan Golongan Muda Berbeda Pendapat
Pada tanggal 15 Agustus 1945 berita penyerahan Jepang kepada Sekutu terdengar di Jakarta melalui radio. Kemudian timbul perbedaan pendapat antara golongan tua dengan golongan muda tentang kapan proklamasi kemerdekaan dilaksanakan. Golongan muda terdiri dari para pemuda yang rata-rata berumur 25 tahun seperti Chaerul Saleh, Singgih, Wikana, dan Adam Malik.
Golongan tua berumur di atas 45 tahun terdiri dari Ir. Soekarno dan kawan-kawan. Golongan muda menginginkan agar proklamasi kemerdekaan dilakukan secepatnya oleh Ir. Soekarno sebagai pemimpin bangsa Indonesia agar tidak berbau Jepang. Sebaliknya, sebagai Ketua PPKI, Ir. Soekarno akan mengadakan rapat dahulu dengan anggotanya sesuai dengan kesepakatan yang dibuat dengan Jenderal Besar Terauchi di Dalat.
Alasan lain dari Ir. Soekarno adalah bahwa jika proklamasi dilaksanakan seperti yang diusulkan oleh golongan muda, Indonesia yang baru lahir akan menghadapi dua lawan sekaligus, yaitu Sekutu (NICA) dan tentara Jepang. Pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda terus berlanjut sampai tanggal 15 Agustus 1945 malam hari.
Sutan Sjahrir menyampaikan kepada para pemuda tentang penolakan Ir. Soekarno agar secepatnya melaksanakan proklamasi. Golongan muda kemudian mengadakan rapat yang menghasilkan keputusan bahwa proklamasi harus dilaksanakan secepatnya tanpa menunggu izin atau persetujuan dari Jepang. Dua orang pemuda, yaitu Wikana dan Darwis ditugasi untuk menyampaikan putusan rapat tersebut kepada Ir. Soekarno.
Pada pukul 10.00 malam, keduanya sampai di rumah Ir. Soekarno. Tetapi Ir. Soekarno tetap menolak sehingga Wikana sempat mengancam, "Apabila Bung Karno tidak mau mengucapkan pengumuman itu malam ini juga, berarti esok akan terjadi pembunuhan dan pertumpahan darah".
"Ir. Soekarno dengan marah menjawab, "Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu, dan sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu besok." Pertemuan di rumah Ir. Soekarno pada tanggal 15 Agustus malam tidak menghasilkan sesuatu, bahkan membuat delegasi pemuda "dipermalukan."
Wikana dan Darwis yang gagal meyakinkan Ir. Soekarno untuk segera menyatakan kemerdekaan, akhirnya kembali ke Cikini 71. Di sana para pemuda lainnya menunggu, di antaranya Chaerul Saleh, Djohar Noor, Sjarif Thajeb, dan Karimoedin.
Ketiga pemuda tersebut segera mempertanyakan hasil pertemuan dengan Ir. Soekarno. Wikana kemudian menjawab, "Bung Karno menolah, saya dimaki-maki. Kita semua dimaki-maki." Mendengar pernyataan Wikana, Djohar Noor melontarkan kata-kata, "Anghat saja."
Pernyataan Djohar Noor disusul suara tanda setuju dari para pemuda lainnya yang mengatakan, " Segera bertindak." Pernyataan setuju dari para pemuda tersebut dapat diartikan bahwa Bung Karno dan Bung Hatta harus diungsikan dari rumahnya masing-masing.
Daftar Pustaka: Yudhistira
Loading...