Loading...
Tuntutan pengungkapan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi pada masa lalu selalu menyertai transisi politik dari sebuah negara yang berpemerintahan otoriter menuju pemerintahan yang demokratis. Hal serupa juga terjadi di Afrika Selatan dan negara-negara Amerika Latin seperti Argentina dan Uruguay serta negara-negara eks Eropa Timur. Pengungkapan pelanggaran HAM di masa lalu merupakan syarat untuk melangsungkan demokrasi dan rekonsiliasi nasional. Pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu tanpa proses hukum, selain akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, juga akan menghancurkan tatanan hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pengungkapan pelanggaran HAM di masa Ialu dengan harapan tidak terulang lagi kejahatan yang serupa.
Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya terjadi pada masa lalu. Dua persoalan pokok pelanggaran HAM pada masa lalu, yaitu hak-hak korban pelanggaran HAM tidak pernah dipulihkan dan para pelaku pelanggaran HAM tidak pernah diproses secara hukum sebagaimana mestinya.
Penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu harus ditempatkan sebagai sebuah tindakan untuk membangun fondasi terciptanya pemerintahan yang demokratis dengan jalan menghormati hak asasi manusia. Sebuah fondasi untuk membangun terjadinya rekonsiliasi nasional, tindakan koreksi terhadap masa lalu merupakan usaha untuk memberikan keadilan kepada para korban.
Berdasarkan pengalaman di negara lain menurut Karlina Leksono ada tiga langkah penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu, yaitu sebagai berikut.
a. Memulihkan hak-hak korban dan keluarganya melalui proses reparasi.
b. Pertanggungjawaban hukum atas kejahatan yang dilakukan oleh pelaku dengan membuka kemungkinan pemberian amnesti, tetapi tidak mengabaikan rasa keadilan.
c. Perlunya referensi kebijakan dari lembaga peradilan untuk memungkinkan terciptanya penegakan hukum.
Pada banyak negara di dunia terutama negara-negara sedang berkembang, pelanggaran-pelanggaran itu pada dasarnya berkisar pada pelanggaran-pelanggaran atas bak-hak warga negara dan hak-hak politik. Misalnya pembatasan hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan berserikat, manipulasi ideologi dan penindasan politik, pelanggaran institusi seperti peradilan tidak jujur, penahanan yang sewenang-wenang, bukum yang represif serta pelanggaran-pelanggaran struktural.
Pelanggaran hak-hak asasi manusia merupakan kenyataan negatif yang selalu diikuti oleh upaya manusia untuk mengatasinya. Sejarah kehidupan suatu bangsa selalu diliputi oleh keinginan untuk menegakkan hak asasi manusia. Tidak hanya_ berjuang secara etis dengan kesadaran dan tanggung jawabnya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia, tetapi juga menuangkannya dalam hukum positif.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi pada saat tidak cermatnya menuangkan prinsip-prinsip hak asasi manusia ke dalam peraturan perundang-undangan. Pelanggaran dapat juga terjadi pada tahap pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh unsur aparatur penguasa administratif.
Konsep hak asasi manusia dapat digunakan sebagai tolok ukur terhadap kualitas produk perundang-undangan. Produk perundang-undangan tidak hanya dilihat dari proses demokratisasi melainkanjuga diukur dari ketaatan asas dengan hak asasi manusia. Dalam negara yang menganut paham konstitusionalisme penegakan hak asasi manusia identik dengan penegakan konstitusi sebagai jaminan terhadap masyarakat. Konstitusi merupakan instrumen yang berperan untuk hal-hal berikut.
a. Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak sewenang-wenang.
b. Melindungi hak asasi manusia.
c. Sebagai pedoman penyelenggara pemerintah.
Perlindungan hak asasi manusia dalam konstitusi, penerapannya dilakukan melalui undang-undang, praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam penyelesaian kasus di pengadilan. Dalam sejarah Indonesia, pernah terjadi perdebatan tentang hak asasi manusia dalam konstitusi. Dalam perdebatan tersebut, Supomo menganggap bahwa negara merupakan pengejawantahan dari rakyat Indonesia yang secara totalitas layaknya tubuh manusia yang terdiri dari berbagai bagian namun bersatu dalam satu kesatuan. Begitu juga dalam Negara,pemimpin dan rakyatnya merupakan satu kesatuan,yang sering disebut dengan Negara kekeluargaan atau Negara integralistik.
Menurut pandangan Negara yang bersifat integralistik,tidak diperlukan hak asasi manusia.Terkecuali pada nilai-nilai Negara liberal atau barat,hak asasi manusia disebutkan secara tegas untuk memisahkan individu dan Negara.
Daftar Pustaka : YUDHISTIRA
Loading...